Mohon tunggu...
Aryanto Husain
Aryanto Husain Mohon Tunggu... photo of mine

Saya seorang penulis lepas yang senang menulis apa saja. Tulisan saya dari sudut pandang sistim dan ekonomi perilaku. Ini memungkinkan saya melihat hal secara komprehensif dan irasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat Ekonomi dan Ekologi Bertemu Di Tengah Donat. Gorontalo Kemana?

20 Oktober 2025   08:06 Diperbarui: 20 Oktober 2025   08:06 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini bukan tentang donat biasa yang kita makan sehari-hari. Kate Raworth, seorang ekonom, dengan menggunakan ilustrasi kue donat memperkenalkan teori Doughnut Economy (Ekonomi Donat) untuk menggambarkan kondisi planet bumi saat ini. Lingkar dalam donat adalah batas ambang bawah (social foundation), kebutuhan dasar manusia seperti pendidikan, air bersih, pekerjaan, keadilan, dan jaringan sosial.  Lingkar luar menjadi ilustrasi batas ekologis (ecological ceiling) yang menggambarkan batas daya dukung bumi seperti polusi udara, deforestasi, limbah, dan bencana alam.

Seperti donat yang kita makan, ada bagian empuk antara lingkar luar dan dalam. Ini adalah "zona aman" dan adil bagi manusia serta planet. Pembangunan yang berada pada zona ini dikatakan berhasil karena bisa memenuhi kebutuhan sosial warganya (shortfall) tanpa melewati batas ekologis (overshoot).

Bagaimana kondisi kita?

Dua peneliti IPB, Hania Rahman dan Akhmad Fauzi dalam paper nya _Beyond Growth: A Provincial-Level Assessment of the Doughnut Economy's Potential in Indonesia_(2021) melakukan kajian Indeks Ekonomi Donat untuk 34 provinsi di Indonesia. Hasilnya, hanya 3 dari 34 provinsi yang berada di zona aman. Ke 3 provinsi tersebut, Bali, Kepri dan Sulut berhasil memenuhi kebutuhan sosial warganya tanpa melampaui batas ekologis.

Provinsi-provinsi di Papua, Maluku, Nusa Tenggara rata-rata mengalami _shortfall_ sosial seperti kekurangan di bidang energi, pendidikan, air, pekerjaan, dan jaringan sosial. Sebaliknya Provinsi-provinsi di Kalimantan & Jawa--Bali mengalami _overshoot_ ekologis seperti polusi air tanah, konversi lahan, limbah, dan bencana banjir.

Temuan ini menjadi alert bagi kita. Paradigma pembangunan berbasis pertumbuhan ekonomi (growth-oriented) memang bisa membawa dampak positif seperti peningkatan pendapatan dan penurunan kemiskinan. Namun pro-growth juga punya dampak negatif, dapat  menimbulkan kerusakan lingkungan, ketimpangan sosial, dan eksploitasi sumber daya alam.

Jika manusia sejahtera, apakah ada jaminan lingkungan ikut terjaga? Dilema klasik yang sering dialami adalah semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin besar pula tekanan terhadap lingkungan.

Selama ini keberhasilan pembangunan diukur melalui pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi capaian PDB/PDRB, pembangunan dianggap semakin berhasil. Raworth membuktikan angka-angka itu tidak bisa menjadi ukuran yang sebenarnya. Ada dimensi lain yang terlibat seperti lingkungan, hubungan sosial dan lain-lain. Negara-negara Skandinavia membuktikan hal ini. Tanpa mengejar pertumbuhan warganya hidup bahagia.

Tugas kita bersama adalah menggambar ulang gambar dan menulis ulang cerita ekonomi kita untuk menciptakan masa depan di mana semua orang bahagia dan pembangunan berjalan dalam batas-batas yang aman bagi planet ini.
 
Gorontalo berada di zona mana dan mau kemana?

Dalam kajian ini, Gorontalo belum keluar dari donat, tapi juga belum sepenuhnya masuk ke "zona aman" yang ideal.  Social Performance Index (SPI) Gorontalo mencapai 66,2, sedangkan Ecological Damage Index (EDI) sebesar 23,6.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun