Mohon tunggu...
Aryanda Putra
Aryanda Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jika Kesalahan dan Kebenaran bisa untuk didialogkan, kenapa harus mencari-cari Justifikasi untuk pembenaran sepihak. Association - A Stoic

Ab esse ad posse

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Eksistensialitas Kierkegaard: "Hidup Bagaikan Orang Banyak"

24 November 2021   12:10 Diperbarui: 24 November 2021   12:17 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar hanya Ilustrasi bahwa manusia adalah makhluk eksistensial | Dokpri)


Dalam menjalani kehidupan, manusia sebagai makhluk eksistensial, memerlukan pengakuan dari manusia lainnya. Pengakuan bisa berupa Style mode, etika moral, reputasi, dan sebagainya. Hal inilah yang mendorong manusia untuk tampil mengikuti tren atau kecendrungan arus utama. Karena hal inilah Eksistensi yg dihadirkan manusia cenderung tidak orisinal.

Ada dua konsepsi yg pernah diutarakan oleh Kierkegaard (Filsuf Eksistensial) mengenai opsi alternatif menjalani kehidupan ;
-hidup sebagai individu orisinil
-hidup dalam perbandingan orang lain

Agaknya menjadi individu orisinil menjadi sebuah pilihan expert untuk dilakukan. Karena manusia pada dasarnya hidup dalam pilihan perbandingan dan selalu menginginkan hal terbaik untuk dirinya.  

Ia lebih nyaman untuk menjadi orang lain, menyerahkan dirinya untuk ditipu dalam pilihan khalayak ramai. Pilihan ini menurutnya adalah posisi aman, menjadi diri sendiri artinya menentang arus utama, karenanya sangat beresiko.

Sama hal nya seperti yang diungkapkan oleh Kierkegaard dalam bukunya "The Sickness unto death" : (manusia layaknya) tampil indah berkilau seperti mutiara, tapi kehidupan nya bergerak seperti koin bekas yang telah digunakan.

Pertanyaannya, apa yang menjadikannya seperti itu? Karena manusia selalu terkungkung dalam sebuah dimensi ketertarikan/nilai yg bersifat Temporal. 

Keinginan individu untuk menjadi seperti orang lain menenggelamkan nya dalam asumsi orang banyak tentang nilai keindahan, kesenangan, kebaikan, kesengsaraan yang bersifat keduniawian dan sementara. Sehingga individu menjadi budak dalam perspektif orang banyak. 

Menjadikan nya dalam ketergantungan  pilihan. Individu ini lah yg akan menggadaikan jati dirinya untuk ditukarkan dengan asumsi kesenangan yg sifatnya utopis. Sehingga seluruh prilaku, pola pikir, ucapan, dan semua aspek kehidupannya di disandarkan pada pilihan orang lain.

Disadari atau tidak, manusia tidak mampu membuat keputusan secara etis (internal diri). Manusia cenderung mengambil keputusan atas pertimbangan lain. 

Ada banyak variabel yg mempengaruhi keputusan tersebut. Faktor eksternal seringkali mendominasi hal itu, sebut saja ; Faktor lingkungan, prilaku sosial, bahkan faktor Kejadian alam, mengambil pengaruh dominan dalam pengambilan keputusan manusia. Artinya manusia tidak akan mampu mengambil keputusan dengan hanya bermodalkan pertimbangan etis tanpa didukung faktor lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun