"Karena kamu berhenti merokok sehingga sumbatannya nggak mengeras. Itu yang kemarin kamu tanya ke saya. Sekarang tau jawabannya kan?"
Sampai ketika menjelang keluar rumah sakit saya kembali bertanya pada dokter:
"Why me, dok?' saya masih protes kenapa saya yang sudah berhenti merokok harus masih mengalami serangan coroner.
"Karena hidup kamu nggak balance. Merokok, makan yang berlemak tapi nggak seimbang sama gerak tubuh kamu. Kamu kurang exercise. Lemakmu nggak terbuang dan udara di paru-paru nggak terlepas sempurna!"
"Jadi boleh merokok, boleh makan apa saja?"
"Why not. Sepanjang kamu seimbangkan dengan aktivitas lain dan berlatih berkeringat setiap hari semua akan oke oke saja. Tapi kalo bisa Quit smoke dan don't eat too much!"
"I see...."
Lima tahun setelah serangan saya tak pernah tinggalkan olah raga dengan lanjut berhenti merokok. Meski waktu sempit diusahakan terus, alhasil lima kilometer tanpa henti berlari saya masih lahap sampai tuntas.
Tapi namanya manusia ruitinitas itu berlaku lima tahun saja, setelahnya kembali bikin kesimbangan cuma kalau sempat saja.
Meski begitu, situ saya masih tak percaya bahwa merokok dapat membunuh manusia, saya pilih lebih tepatnya merokok itu menyengsarakan hidup manusia terutama sudah ngabisin duit, memperberat penyakit, diperbudak kecanduan dan ganggu orang yang  gak suka dengan asapnya.
Akhirnya saya jadi anti rokok?