Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sepenggal Kisah Warna di Belantara Loro Sae (Catatan Tepi)

15 September 2018   13:44 Diperbarui: 15 September 2018   14:02 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cerita dari mulut tentang kisah perang masa lalu adalah sesuatu yang secara tak sengaja bisa membentuk pola pikir seseorang dimasa depan. Persepsi terhadap kehidupan bernegara dan keputusan menentukan siapa yang menjadi panutan bisa hanya didasarkan  dari  sebuah cerita yang terus menerus disuguhkan yang jika ditanya apakah cerita itu asli atau tidak, akan sulit menjawabnya.

Seperti halnya cerita dimasa kecil dikalangan pasukan militer yang berangkat ke medan pertempuran di Timor-timur dulu kala. Pergantian pasukan setiap enam hingga sembilan bulan sekali bahkan kadang lebih, menyisakan cerita-cerita lisan bagaimana mereka bukan hanya melawan  pasukan setempat penentang integrasi Indonesia tetapi juga melawan sedemikian banyak intrik pasukan-pasukan lain dari Negeri sendiri yang memiliki agenda tersendiri dalam menerapkan strategi korps pasukannya masing-masing.

Seperti yang diceritakan dari mulut para pelaku yang terjun di peperangan Timor-timur dulu, kala itu ABRI diterjunkan untuk bertempur kontra gerilyawan penentang integrasi dan masyarakat lokal yang mudah berubah dari siang sebagai sahabat sedangkan malam hari mereka bergabung sebagai gerilyawan. Pada awal-awal peperangan, setiap Korps pasukan tidak menggunakan tameng topi baja sebagai standard perlengkapan peperangan. Hal itu dikarenakan saat itu aneksasi secara militer tidak diumumkan sebagai peperangan oleh pemerintahan Indonesia mereka datang dengan kapal-kapal dagang dan diterjunkan ke area-area berbeda dengan menggunakan baret mereka masing-masing.

Penggunaan baret ini menjadiikan ajang perjuangan di Timor-timur diselingi dengan rivalitas antar angkatan atau masing-masing pasukan elit. Prestasi demi prestasi dalam ukuran militer diklaim masing-masing dengan cara yang berbeda bahkan perilaku masing-masing pasukan dijalankan dalam cara dan metode yang berbeda.

Rakyat Timor-timur akhirnya lambat laun bisa mencirikan perilaku pasukan Indonesia dengan hanya mengenali dari baret pasukan Indonesia. Ambisi pribadi untuk naik pangkat dan ambisi kelompok pasukan untuk mendapatkan catatan prestasi menyuguhkan drama yang sulit satu persatu untuk diungkap kebenaran dan alur ceritanya. Film Holywood sering menggambarkannya dalam Epicnya peperangan bangsa mereka.

Sebuah cerita lisan dikala kami anak-anak kecil yang tinggal di kompleks tentara ketika duduk bersama para anggota militer yang baru pulang dari medan laga sedikiti banyak membentuk pola pikir dikala dewasa. Kami membentuk kesimpulan sendiri kelak  dalam memandang siapa , cara serta niat orang-orang atau kelompok  yang sebetulnya memang menjalani perannya dalam kehidupan negara sepanjang hidupnya.

Alkisah gabungan pasukan Indonesia satu kali  mempunyai satu misi untuk melintas diberbagai kawasan secara bersama usai mereka masing-masing bertempur melawan gerilyawan selama berbulan-bulan didalam kampung dan hutan. Perjalanan ini melalui lembah, sungai dan dari kampung-kekampung. Merujuk cerita lisan yang saya dengar kala itu, posisi yang sangat tidak nyaman adalah posisi ketika melintasi lembah. Berderet pasukan yang berbaris satu persatu dalam formasi  mengikuti perbedaan warna baret menghadapi serangan sporadis dan tiba-tiba dari snipper maupun senapan mesin. Gerilyawan yang bersembunyi dibalik hutan dalam ketinggian bukit memiliki keleluasaan untuk menembak pasukan Indonesia dengan mudah. Satu persatu pasukan Imndonesia gugur dalam perjalanan ini menyisakan para Yatim yang tinggal diseluruh pelosok negeri Indonesia.

Serangan demi serangan sporadis membuat mental pasukan terganggu karena tidak mudah untuk membalas serangan itu  sedangkan satu demi satu korban jatuh tanpa bisa dicegah. Tembakan dan serangan balasan Pasukan Indonesia hanya membuat posisi senapan atau senjata mesin gerilyawan  menyingkir ketempat yang tak diketahui dan meneruskan teror mereka  pada kilometer-kilometer berikutnya.

Para komandan pasukan masing-masing berunding setiap ada korban jatuh. Segala cara dan strategi formasi berbaris sudah mereka coba namun perjalanan terus diganggu oleh para gerilyawan dengan tembakan satu-satu dan kadang beruntun dari balik hutan di ketinggian. Satu cerita menarik adalah, korban snipper dan serangan senjata mesin hanya menimpa satu pasukan yang itu-itu saja. Dalam formasi berbaris berdasarkan urutan depan, tengah dan belakang yang diatur bergantian, satu pasukan berbaret yang sama selalu menjadi korbannya baik ketika mereka berada didepan, ditengah atau dibelakang.

Keputusan kala itu adalah pasukan tidak lagi dibagi formasi menjadi barisan berdasarkan warna baret yang digunakan tetapi mencampurnya. Formasi ini berhasil meredakan serangan senjata mesin pada pasukan Indonesia tetapi snipper tetap memangsa korbannya dengan mengarahkan pada tentara yang menggunakan baret tertentu. Korban tetap jatuh dari kalangan baret tertentu.

Konon perjalanan menuju kepulangan ke kota itu menjadi perjalanan yang panjang melelahkan dan penuh korban jiwa. Keputusan yang bisa menghentikan korban pasukan selama perjalanan adalah semua pasukan diminta menanggalkan baret mereka dan membiarkan kepala mereka tanpa pelindung apa-apa. Sesekali percobaan penembakan masih ada tetapi sangat jauh berkurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun