Mohon tunggu...
ARTITYA KARINTAN
ARTITYA KARINTAN Mohon Tunggu... Lainnya - KKN PULANG KAMPUNG UNIVERSITAS NEGERI MALANG - Desa Ngrendeng, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung

KKN PULANG KAMPUNG UNIVERSITAS NEGERI MALANG - Desa Ngrendeng, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung

Selanjutnya

Tutup

Film

[Review Film Pendek] "Huhate" Seluk Beluk Kehidupan Nelayan

29 Oktober 2020   19:00 Diperbarui: 1 November 2020   09:24 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

FilmHuhate” yang diproduksi oleh Watchdoc Image merupakan salah satu film pendek yang menampilkan salah satu studi maritime yang ada di Indonesia. Film ini menunjukkan bagaimana kehidupan para penduduk di Kampung Tamalou, Maluku Utara yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Dalam film tersebut digambarkan bagaimana keadaan para nelayan disana ketika menghadapi sebuah rintangan baik internal maupun eksternal yang sempat mengancam hilangnya mata pencaharian mereka, hingga akhirnya mereka bisa bangkit kembali. Pada menit pertama hingga sekitar menit keenam saya mendapati bagaimana para nelayan tersebut melakukan pekerjaannya di laut. Mulai dari memancing ikan, bagaimana mereka bertahan hidup dengan memasak makanan sendiri diatas kapal, hingga perdagangan ikan secara langsung setelah proses memancing selesai. Kapal-kapal yang digunakan oleh penduduk di Kampung Tamalou bernama kapal Inka Mina.

Masuk ke pertengahan film, salah satu pemilik kapal Inka Mina yang bernama Pak Yusuf memberi penjelasan terkait masalah-masalah yang sempat dihadapi para nelayan di Kampung Tamalou. Masalah pertama yaitu adanya kapal-kapal asing yang berlayar di perairan Indonesia menjadi ancaman yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan nelayan nusantara. Adanya kapal asing yang berada di area tangkapan nelayan lokal menyebabkan ikan-ikan seperti dipagari sekitar 30 sampai ratusan mil sehingga ikan tertahan sebelum masuk ke wilayah nelayan lokal. Alhasil  hanya 1-2 ikan saja yang dapat tertangkap oleh mereka. Tetapi diketahui bahwa hasil tangkapan layar nelayan nusantara meningkat sejak 317 kapal asing ditenggelamkan.

Bukan hanya masalah eksternal yaitu masuknya kapal asing yang menjadi ancaman bagi para nelayan yang mencari ikan dilaut, tetapi juga terdapat masalah-masalah internal yang menjadi ancaman. Menurut pernyataan pak Yusuf, naiknya harga Bahan Bakar Minyak sebesar 105% berdampak sangat besar pada kehidupan nelayan pada saat itu. Sebelum naiknya harga BBM sekitar tahun 2005, terdapat lebih dari 100 kapal milik 56 majikan di Tomalou. Setelah naiknya harga solar hanya tersisa 6 kapal milik 4 majikan. Kapal dijual dan digantikan dengan angkot. Nelayan berganti profesi menjadi supir angkot atau jenis pekerjaan lain. Menurut pendapat saya, mungkin para nelayan saat itu berpikir untuk mencoba mencari alternatif pekerjaan lain yang lebih bisa menguntungkan bagi mereka. Dalam film tersebut dijelaskan bahwa setidaknya para nelayan harus mendapat ikan sebanyak 3-4 ton hanya untuk mendapat modal mereka, atau istilahnya “balik modal”. Untuk mendapat ikan sebanyak itu tidaklah membutuhkan waktu yang sebentar, otomatis membutuhkan bahan bakar dan kebutuhan bertahan hidup dilaut lainnya yang tidak sedikit. Harga ikan yang dijual juga cenderung dibanderol dengan harga murah. Oleh karena itu, nelayan menjual kapal mereka dan beralih profesi. Beruntung masalah ini dapat teratasi pada saat kepemimpinan Ibu Susi sebagai menteri perikanan dan kelautan yang membagikan 1000 kapal keseluruh nelayan nusantara, termasuk di daerah Tamalou. Masyarakat sangat terbantu dengan bantuan dari pemerintah dalam menindak lanjuti masalah kapal asing dan kenaikan harga BBM. Mereka berharap pemerintah terus mendukung dan menunjang  segala keperluan masyarakat di Tamalou dalam berlaut.

Pendapat saya dari sudut pandang humas pada film ini secara keseluruhan sangat interesting. Dari menit-menit awal sudah disuguhi pemandangan kehidupan para nelayan yang rumit namun membuat saya penasaran. Tujuan humas mempublikasi film ini menurut saya tersampaikan dengan baik. Setelah menonton film pendek ini saya menjadi tahu bagaimana sulitnya menjadi seorang nelayan, apa saja problematika yang ada dikehidupan para nelayan, mengapa sampai ada istilah kehidupan berlaut itu “keras”, dan masih banyak lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun