Politik "TIGA WAJAH" akan mewarnai kontestasi Pilpres.
Era orde baru gerak politik etno relegius dan identitas, dikontrol menerapkan sistem sentralisasi studi kasus Pontianak.
Pasca reformasi utk meredam gerak politik tersebut pemerintah pusat meregionalisasi wilayah (pemekaran) study kasus Poso dan Ambon. Sistem desentralisasi mampu meminimalisasi kondisi konflik.
Kemudian politik etno relegius dan indentitas muncuat kembali di permukaan pasca pilgup Dki, Â melibatkan politik tiga wajah- pribumi-arab dan china sentimen isu dikintruksikan dalam soal, keadilan, ekonomi, kesukuan-ras dan agama, yang masih menyisahkan konflik psykologis terlihat di ruang degital, dan kemudian para aktor politik menggunakan konsep "spiral of silent" untuk persuasif keadaan.
Dan kemudian bibit konflik hasil ternak pasca pilgup Dki, dimunculkan kembali ketika mendekati kontestasi Pilpres. Politica branding Tagline #gantipresiden2019 bagian dari merek politik yang di framing (bingkai) oleh aktor-aktor politik dalam warna berbeda tetapi isi kemasanya masih bercorak etno relegius dan identitas.
Dalam kajian ilmu politik model politik etno relegius dan identitas secara filosofis masuk dalam kontex model politik patrimonial yaitu model politik dimana seorang penguasa mengatur kekayaan dan kekuasaan negara berdasar pada kewenangan tradisional dan pos-pos kekuasaan diisi golongan beridentitas sama untuk menguasai keadaan politik. (Max weber).
Sementara diera demokratisasi model politik berkembang secara rasional dan lebih terbuka, tranformasi, meyesuaikan diri pada situasi perkembangan global, dan asas politik, dari rakyat-untuk rakyat dan kembali pada rakyat (abraham lincoln). Dan kepemimpinan negara dianggap politisi biasa yang dibatasi masa jabatan kekuasaanya tidak absolute.
Putra tente.