Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Istri Kepala Desa yang Pasrah Tak Berdaya

15 November 2019   19:36 Diperbarui: 15 November 2019   19:43 10691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Liputan6.com)

Sungguh mujur nasib Erni (35). Setelah sekian lama berumah tangga bersama Rafi (40) yang dirasakannya penuh dengan penderitaan, tetiba tanpa disangka-sangka suaminya itu terpilih jadi kepala desa.

Itu yang dirasakan Erni lima tahun lalu.

Setelah mengarungi bahtera rumah tangga bersama Rafi selama hampir 10 tahun, dalam keadaan seringkali dihempas gelombang, mulai dari sulitnya mendapatkan biaya kebutuhan hidup sehari-hari, karena Rafi tidak pernah mempunyai pekerjaan tetap, sampai memikirkan kelakuan suaminya itu yang masih saja suka main perempuan, membuatnya sebagai ibu rumah tangga muda lebih sering mengurut dada.

Dengan beban dua anak yang masih kecil-kecil, apa pun yang terjadi,  Erni tetap mempertahankan biduk rumah tangganya agar tidak sampai karam. Perceraian hanya akan membikin anak-anaknya menjadi korban.

Oleh karena itu, meskipun lebih sering mengandalkan bantuan orang tua demi memenuhi kebutuhan hidupnya, pun walau kelakuan Rafi masih sulit dikendalikan -- masih tetap saja mengumbar  nafsu liar, Erni terus bersabar. Dan berharap suatu saat kehidupan rumah tangganya akan menemukan kebahagiaan. Begitu juga di suatu saat nanti Rafi akan tobat. Mau memperhatikan keluarga dengan cinta dan kasih sayang.

Bisa jadi do'a Erni didengar Allah yang mahakuasa. Lima tahun lalu, di desa tempat tinggal pasangan itu akan diselenggarakan pilkades (pemilihan kepala desa). Atas dorongan orang tua Rafi yang mantan kepala desa, suamiya itu mendaftarkan diri sebagai bakal calon kepala desa.

Meskipun pada awalnya banyak warga yang meragukan kemampuan Rafi, namun berkat nasib baik, modal yang dikeluarkan orang tuanya lumayan besar, juga bisa jadi karena takdir telah menentukan, akhirnya Rafi terpilih jadi kepala desa.

Ketika itu, saat Rafi didaulat menjadi calon kepala desa, dan meminta do'a restu dari Erni, sang istri mengijinkannya, tapi dengan satu syarat: Rafi harus berjanji untuk mengubah kelakuannya. Tidak boleh main perempuan lagi. Dan harus memperhatikan keluarga dengan sungguh-sungguh.

"Masa kepala desa bejat moralnya. Bisa-bisa dicemooh warga. Kalau pun terpilih nanti, bakalan tidak punya wibawa lagi." Begitu kata Erni kepada Rafi saat itu.

Memang benar. Rafi menjadi kucing yang jinak setelah dilantik Bupati sebagai kepala desa definitif. Malahan perubahan lain yang membikin hati Erni bahagia, Rafi pun jadi jamaah di masjid secara aktif.

Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sejak Rafi jadi Kepala Desa, tak ada keluhan lagi dari mulut Erni. Selain mendapat penghasilan tetap dari tanah bengkok/carik berupa sawah yang luasnya delapan hektar, ditambah lagi dengan penghasilan dari sumber-sumber lainnya. Tanda tangannya saja seorang kepala desa bisa mempunya inilai yang lumayan besar. Apa lagi sejak 2015 lalu, setahun Rafi menjabat kepala desa, pemerintah pusat menggelontorkan program Dana Desa.

Dengan peran sebagai penanggung jawab kegiatan, Rafi memiliki kewenangan untuk memainkan anggaran. Selain pengawasan yang longgar, ditambah lagi oleh situasi dan kondisi masyarakat desa yang dipimpinnya masih termasuk kategori rendah sumber daya manusianya, merupakan kesempatan yang tidak boleh dilewatkan oleh Rafi agar Dana Desa itu sebagian masuk ke kantong pribadi.

Sehingga Erni pun ikut kecipratan juga. Gaya hidupnya yang sebelumnya cukup sederhana, setelahnya berubah drastis. Boleh dikatakan sedikit menjadi glamour. Selain jadi pengunjung tetap ke salon kecantikan yang terletak di kota kecamatan, pergaulan Erni pun ikut bertambah juga.

Karena selain secara rutin ikut rapat ibu-ibu PKK di kantor kecamatan,  usai rapat pun dilanjut dengan kegiatan hura-hura bersama istri kepala desa lainnya. Baik mengunjungi mall di kota kabupaten, juga mengadakan arisan yang selalu diadakan di rumah-rumah makan yang ada di daerah sekitar. Demikian juga kegiatan tour ke berbagai wisata, seringkali Erni menjadi peserta yang setia.

Entah karena banyak kegiatan organisasi, entah karena sebab apa. Memasuki tahun ketiga sebagai kepala desa, tiba-tiba Rafi menuding Erni telah berselingkuh. Bahkan anak yang dikandungnya disebut bukan buah darinya.

Erni pun menyangkal semua tudingan Rafi. Dengan mengucap Demi Allah, tentu saja, Erni berani bersumpah kalau bayi dalam kandungannya murni buah cinta dengan Rafi seorang. Tak pernah sekalipun, akunya, berbuatserong dengan lelaki lain.

Sementara dalam hatinya, Erni pun bertanya-tanya. Kenapa Rafi dengan garangnya menuding dirinya telah berselingkuh. Apa yang terjadi? Jangan-jangan...

Hari itu juga Erni disuruh Rafi untuk pulang ke rumah orang tuanya. Masalah surat cerai akan disusulkannya kemudian.

Apa boleh buat. Menghadapi kemurkaan suaminya Erni, sebagaimana biasanya, tidak bisa berbuat banyak. Dirinya memilih diam, dan menurut permintaan Rafi untuk angkat kaki dari rumah yang selama itu ditinggali bersama-sama.

Tiga hari tinggal di rumah orang tua dengan tanda tanya yang belum mendapat jawabannya, tiba-tiba seseorang mengabarkan, Rafi telah dua hari ini membawa seorang perempuan muda di rumahnya. Menurut pengakuan Rafi kepada orang yang mengabarkannya itu adalahistri mudanya...

Hancur hati Erni seketika usai  membuktikan kabar itu, dengan melihat langsung apa yang terjadi di rumah yang pernah ditinggali bersama Rafi. Tudingan telah berselingkuh kepada dirinya, ternyata hanyalah modus untuk menyingkirkan belaka. Yang berselingkuh justru Rafi sendiri.

Erni pun pasrah. Tak berdaya. Terlebih lagi surat cerai sudah sampai di tangannya. Sejak itu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Erni memilih bekerja sebagai baby sitter di kota provinsi.

"Dasar anjing kampung kesukaannya sama taik! Biar di rumah dikasih makanan enak juga, sekalinya ketemu taik di jalan, tetap dimakan juga," kata Erni menutup kisah pengalaman pribadinya tersebut, ***

Nama-nama di atas disamarkan. Bukan nama sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun