Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aburizal Bakrie Disandera Jokowi ?

21 Desember 2014   04:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:50 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masalah pemerintah memberikan dana talang kewajiban PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp 781 miliar dalam proses ganti rugi tanah korban semburan lumpur di dalam area terdampak, ternyata telah menimbulkan berbagai tafsiran, dan tanggapan di tengah masyarakat.

Hal tersebut dianggap sebagai permainan politik Jokowi untuk ‘menelikung’ ARB yang notabene ketua Presidium KMP. Begitu pendapat salah satu pihak. Sementara kata pihak yang lain, justru malah sebaliknya, ARB dengan licinnya telah ‘menyandera’ Jokowi ke dalam pusaran permasalahan yang selama delapan tahun ini membelitnya.

Pendapat yang menyatakan ARB disandera Jokowi, diwakili oleh politikus partai Gerindra, Desmon J. Mahesa. Menurutnya urusan ganti rugi tak sebatas penyelesaian terhadap masyarakat yang berada di area terdampak lumpur Lapindo. Masalah itu juga menyangkut bisnis Aburizal Bakrie alias Ical yang notabene menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua Presidium Koalisi Merah Putih. "Opsi penyelesaian itu menjurus pada deal politik," kata Desmond.  "Saya khawatir ini akal-akal pemerintah untuk menyandera kepentingan yang tidak benar."

Sementara politikus partai Demokrat, Ruhut Sitompul menilai keputusan pemerintah untuk menalangi ganti rugi kepada korban lumpur Lapindo harus menjadi perhatian petinggi-petinggi Partai Golkar, terutama Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umumnya.  Sebab selama ini, Ruhut menilai politikus Partai Golkar itu selalu mengambil posisi berseberangan dengan pemerintah. "Ical (Aburizal) harus tahu diri...,” katanya.

Lain halnya dengan yang dikatakan politikus Golkar, Muhidin Mohammad Said. Langkah pemerintah tersebut merupakan hal yang tepat, dan dianggap dapat segera menyelesaikan masalah bagi rakyat yang terkena semburan lumpur. Dia meyakini, penalangan yang dilakukan pemerintah ini tidak akan terlalu membebani anggaran pendapatan dan belanja negara. Nantinya, jika Lapindo tidak bisa membayar ganti rugi tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan, kata dia, pemerintah tinggal menyita secara permanen aset-aset milik lapindo.

Sedangkan menurut Ketua Fraksi Partai Golkar versi kepengurusan Agung Laksono, Agus Gumiwang, menilai tenggat pelunasan yang diberikan pemerintah itu berpotensi merugikan negara. Dia menilai pemerintah terlalu berbaik hati dengan memberikan skema pelunasan tersebut. Alasannya, kewajiban bayar Lapindo sudah tertunggak sejak lama. "Tapi jika kebijakan itu bertujuan agar korban tidak berlama-lama menderita, saya kira itu keputusan positif," katanya.

Akan tetapi terlepas dari berbagai tanggapan tadi, yang jelas pemerintah megucurkan dana talang tersebut adalah melaksanakan amar putusan MK saat SBY masih berkuasa. Tapi ketika itu tampaknya SBY tak berdaya.  Sedangkan pemerintahan jokowi-JK hanya kebagian ‘getahnya’ saja.

Tapi  yang jelas lagi, sejak munculnya semburan lumpur di Kabupaten Sidoarjo tersebut delapan tahun lalu sampai sekarang ini, pemerintah sudah mengucurkan dana yang lumayan besar, persisnya senilai Rp 9,53 triliun, dan ditambah yang sekarang sebesar Rp 781 miliar. Jadi total jumlah seluruhnya Rp 10,311 triliun. Sedangkan Ical sendiri melalui manajemen Lapindo hanya merogoh kocek sebesar sekitar Rp 3,8 triliun saja sebagai kompensasi kepada masyarakat yang terkena dampak semburan lumpur ini.

Dana talang yang digelontorkan pemerintah lepada pihak manajemen Lapindo diberi tenggat waktu selama empat tahun. Dan jika lewat batas waktu pihak Lapindo masih juga tidak sanggup membayarnya, maka seluruh asset milik perusahaan keluarga ARB pun akan disita pemerintah.

Lalu akan sanggupkah ARB membayar seluruh utangnya itu tepat waktu ? Entahlah. Karena bila melihat pada sikap ARB sendiri terkait lumpur Lapindo ini, tampaknya masih juga menyimpan keangkuhan tinggi.  Misalnya saja ketika disindir SBY yang meminta PT Lapindo menyelesaikan ganti rugi kepada korban semburan lumpur Lapindo, Ical menjelaskan, dalam kasus semburan lumpur di Sidoarjo, posisi dari PT Lapindo bukan memberikan ganti rugi, melainkan membeli semua aset milik warga yang terkena dampak semburan lumpur tersebut. Ia mengklaim proses jual beli telah mencapai 90 persen dengan harga 18 kali nilai jual objek pajak (NJOP).

Sementara kenyataannya justru pemerintah yang sangat besar  menggelontorkan dana. Karena  konon saham-saham Ical di bursa efek juga rontok. Beberapa waktu lalu, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) diperdagangkan antara Rp 77-79 per lembar. Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's menurunkan peringkat utang jangka panjang perusahan tambang ini menjadi default alias gagal bayar. Jika dibandingkan dengan harga saham akhir tahun lalu, saham BUMI anjlok sampai 73 persen.

Saham-saham Bakrie di perusahaan lain lebih tragis. Bakrie Sumatra Plantation (UNSP), Darma Henwa (DEWA), Bakrieland Development (ELTY), dan Bakrie Brothers (BNBR) sudah masuk kelompok “gocap” alias hanya dijual Rp 50 per lembar.

Itu artinya kerajaan bisnis ARB sedang di ambang pailit . Dan bisa jadi pemerintah hanya akan menyita asset Lapindo saja yang kebanyakan tinggal ‘rongsokan’ belaka. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun