Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Tol Langit, Pilihan Satu-satunya untuk Mudik

16 Mei 2020   22:03 Diperbarui: 16 Mei 2020   22:14 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Pexels/Ivan Samkov)

Tradisi mudik tahunan menjelang hari raya Iedul Fitri yang identik dengan kesibukan mempersiapkan barang bawaan, dan perjalanan yang melelahkan, tampaknya sekarang ini hanyalah tinggal kenangan yang tak mudah untuk dilupakan.

Betapa tidak. Pandemi Coronavirus Diseases 2019, atawa COVID-19, dan lebih dikenal lagi dengan sebutan virus corona, telah menjungkirbalikkan semua. Termasuk budaya mudik yang selama ini begitu kental dalam kehidupan bangsa +62 ini.

Jangankan mudik, hanya untuk berkomunikasi dengan tetangga dekat rumah saja, selain harus tetap menjaga jarak aman (Phisycal distancing), tidak boleh lupa pula untuk memproteksi diri masing-masing dengan menggunakan pengaman berupa masker penutup mulut dan hidung demi keamanan semuanya.

Hanya saja mungkin di balik itu pun ada hikmahnya juga. Anggaran yang dengan susah payah ditabung selama sebelas bulan, dengan cara menyisihkannya dari kebutuhan hidup keseharian, yang sedianya digunakan untuk bekal mudik, termasuk bagi-bagi rejeki sanak-saudara di kampung halaman, sekarang ini bisa dialihkan untuk bekal hidup keluarga di rumah saja.

Demikian juga urusan tiket kereta api, atawa bis, atawa juga kapal, maupun pesawat, tak akan membuat pusing kepala lagi. Malahan boleh jadi kendaraan - roda dua, atawa roda empat - paling anyar yang semula akan dibeli untuk dipamerkan kepada orang kampung pun, termasuk belanja seabreg oleh-oleh, sudah dihapus dari daptar perencanaan anggaran.

Hal seperti itu kiranya dirasakan semua orang memang.

Begitupun keluarga, maupun tetangga di kampung halaman. Walaupun di dalam hati masing-masing berharap terjadi suatu keajaiban, lenyapnya virus corona jelang mudik lebaran kali ini, pada akhirnya bisa memakluminya. Lantaran di kampung pun merasakan keadaan yang tidak jauh berbeda.  Situasi dan kondisi akibat virus penyakit yang berasal dari kota Wuhan, di provinsi Hubei, RRT ini memang  sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.

Hanya saja untunglah dalam situasi dan kondisi yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk mudik sekarang ini, ternyata Tuhan yang mahakuasa masih saja memberikan jalan lain untuk bisa bersilaturahmi dengan sanak-saudara nun di kampung halaman. Meskipun dengan cara, dan budaya yang tidak biasanya juga.

Lantaran semuanya berkat perkembangan jaman juga. Dan hari ini bukan lagi jamannya kuda gigit besi. Melainkan jaman milenial, atawa era industri 4.0 yang serba canggih, dan sungguh mencengangkan bagi mereka yang dianggap ketinggalan jaman.

Seiring dengan itu, apa boleh buat, semua orang dituntut untuk dapat berlari demi mengikuti jaman yang berubah sedemikian cepatnya. Sehingga untuk berkomunikasi pun sudah tidak harus langsung bertatap muka dalam jarak dekat saja. Dan hanya dengan sebuah benda dalam genggaman tangan, setiap orang dapat berbicara langsung dengan sanak-keluarganya yang jauh terpisah di belahan dunia sana sekalipun. Bahkan tidak hanya berkirim pesan pendek, sebagaimana yng dikenal dengan istilah Short Message Service (SMS), dan bertukar suara belaka, namun dengan cara bertukar gambar diri masing-masing pun sudah dapat dilakukannya pula.

Ya, dengan benda yang disebut smartphone, atawa telepon genggam pintar, atawa ahli bahasa Indonesia mengalihbahasakannya dengan sebutan gawai, bisa jadi menjadi pilihan satu-satunya untuk melakukan silaturahmi, iya silaturahmi itu merupakan substansi dari mudik, yakni bertemu dengan sanak-saudara yang lama tidak bertemu. 

Hanya saja selain untuk memiliki, dan barangkali untuk menggunakan, atawa mengoperasikannya,  benda dalam genggaman tangan itu, dalam kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan lho.

Untuk memilikinya tetap saja harus menguras isi kantong sampai dalam, lantaran harganya lumayan mahal. Terutama hal itu dirasakan benar oleh mereka yang hidupnya pas-pasan. Begitu juga dalam menggunakannya, bagi yang gagap teknologi, alias gaptek, perlu diajari dan latihan sampai benar-benar mahir pula.

Sudah cukup?

Belum kok. Masih ada tuntutan yang tidak boleh tidak musti dipenuhi. Agar bisa digunakan sebagaimana mustinya, telepon pintar pun harus dikasih makan pula. Tapi bukan nasi, atawa kue kering lho. Melainkan uang. Lagi-lagi uang!

Ya iyalah. Kalau tanpa diisi pulsa dan kuota, mana bisa smartphone dijalankan. Terlebih lagi kalau ingin melakukan video call, atawa bicara jarak jauh  dengan saling bertukar gambar diri masing-masing secara virtual, kuota yang jadi beban biaya internet menjadi sarat utama untuk mudik dengan cara yang satu ini.

Kalau semua itu sudah dipenuhi, maka mudik online di tengah pagebluk pun sudah bisa dilakukan. Terlebih lagi dengan adanya tol langit, yakni tersedianya satelit komunikasi Palapa ring Timur, semuanya mudah-mudahan akan berjalan lancar. Sebagaimana yang saya alami sekarang ini, manakala berkomunikasi dengan anak sulung kami yang berada di Palu, Sulawesi Tengah. Alhamdulillah, kerinduan kepada anak dan cucu pun bisa sedikit terobati. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun