Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Soal Ganja, Seramnya Berita Jauh Beda dengan Fakta

3 Februari 2020   23:26 Diperbarui: 3 Februari 2020   23:28 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ladang ganja (Sumber: Kompas.com)

Usulan agar ganja menjadi komoditas ekspor yang dilontarkan anggota DPR Komisi VI dari Fraksi PKS , Rafly Kande, langsung memicu pro dan kontra. Bahkan bisa jadi takarannya lebih banyak yang menentangnya, dibanding dengan mereka yang mengangguk setuju.

Selain karena melanggar hukum yang berlaku di negara ini, yang menyebutkan ganja termasuk dalam narkotika golongan 1, sama halnya dengan sabu-sabu, kokain, opium, dan heroin, mereka yang menentangnya juga berdalih dari berbagai aspek lainnya. Mulai dari aspek kesehatan, sosial, psikologi, dan agama.

Memang sebagaimana banyak dipublikasikan, ganja (Cannabis sativa), atawa mariyuana, dan di kalangan para pengguna lebih dikenal dengan sebutan cimeng, konon memiliki 100 bahan kimia berbeda yang disebut cannabinoid. Masing-masing bahan tersebut memiliki efek yang berbeda pada tubuh pemakainya.

Disebutkan juga bahwa jika kita mengisap cimeng dalam dosis yang lumayan banyak, misalnya bagi pemakai pemula sampai habis satu linting, dan pengguna yang sudah tingkat lanjut bisa menghabiskan lebih banyak lagi, maka akan menimbulkan banyak gejala yang dirasakan penggunanya.

Selain akan membuat pemakainya kecanduan (addicted), juga disebutkan dapat menimbulkan halusinasi, delusi, rusaknya daya ingat, dan disorientasi (linglung), sampai mengakibatkan kematian bagi penggunanya. Sehingga pemakainya pun dianggap berperilaku tidak waras lagi. Maka tak syak lagi oleh masyarakat dicap sebagai pemabuk yang merusak tatanan sosial. Begitu juga oleh agama diharamkan.

Oleh karena itu pemerintah pun melalui aparat penegak hukum akan memberikan sanksi berat, baik kepada pemakai maupun pengedar bakal diganjar masuk bui dalam waktu yang cukup lama. Sungguh menakutkan memang.

Akan tetapi jika yang dimaksud si Rafly itu untuk komoditas ekspor, yang artinya untuk meningkatkan pendapatan negara, dan demi meningkatkan kesejahteraan para petaninya, why not?

Kita tidak usah munafik, atawa bersikap picik. Negara kita ini masih sangat membutuhkan pendapatan untuk meningkatkan anggaran, maupun untuk membayar utang yang segudang. Demikian juga para petani yang selama ini hanya menanam padi, atawa komoditas pangan lainnya tokh di dalam kenyataannya masih termarjinalkan kehidupannya.

Jujur saja penulis sendiri yang hidup di pelosok desa, begitu merasakan pahitnya kehidupan petani. Selain harga produksi pertanian yang tidak berbanding lurus dengan biaya produksi itu sendiri, alias cenderung buntung (rugi) ketimbang untung, pemerintah sendiri tampaknya masih setengah hati dalam memberikan dukungan terhadap petani.

Buktinya beras maupun bawang putih saja masih tetap mengimpornya dari negara lain. sungguh memalukan bukan?

Sementara sejak jaman baheula, tanaman ganja bisa tumbuh subur baik di pulau Jawa maupun  di pulau Sumatera. Terutama di Aceh sana. Benar. Tempat awal mula agama Islam masuk ke Indonesia. Para petani banyak di antaranya yang membudidayakan tanaman ganja demi penopang kehidupannya. Bahkan konon ketika terjadi konflik, kelompok GAM (Gerakan Aceh Merdeka) menjadikan ganja sebagai alat tukar dengan senjata.

Hanya saja berhubung oleh pemerintah dianggap jenis narkotika yang berbahaya, maka setiap kali ditemukan ladang ganja, langsung saja dimusnahkan.

Padahal andaikan saja pemerintah membuat regulasi, atawa aturan sebagaimana yang diusulkan Rafly, hanya ditujukan untuk ekspor sebagai bahan obat dan keperluan medis lainnya, sementara petani hanyalah sebatas membudidayakannya, tidak menutup kemungkinan kesejahteraan petani pun tidk sekedar angan-angan.

Andaipun masih merasa khawatir akan disalahgunakan, pengawasan ketat pihak aparat kepolisian dan BNN pun dapat dimaksimalkan. Sebar mereka di setiap ladang ganja. Jaga agar jangan sampai disalahgunakan. Gitu aja koq repot.

Bukankah tujuannya pun sungguh mulia. Di samping untuk meningkatkan kesejahteran petani, menambah pemasukan pendapatan ke kas negara, juga memberikan pertolongan kepada mereka butuh kesembuhan dari penyakit yang dideritanya.

Mungkin kita masih ingat dengan kasus seorang aparatur sipil negara (ASN) di Sanggau, Kalimantan Barat, bernama Fidelis yang divonis hakim Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat, karena terbukti bersalah dalam kepemilikan 39 batang pohon ganja yang digunakannya untuk mengobati istrinya, Yeni Riawati,   yang menderita penyakit langka Syringomyeila.

Setelah Fidelis ditangkap, dan ditahan BNN Kabupaten Sanggau, ahirnya Yeni Riawati meninggal dunia, lantaran selama 32 hari tidak mendapatkan asupan ekstrak ganja yang saat itu menjadi satu-satunya harapan untuk dapat sembuh, dan bertahan hidup.

Kemana nurani pemerintah dan aparat penegak hukum saat itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun