Yang jelas, bicara tentang nyali, atawa keberanian, sebagaimana dimaknai oleh Jakob Sumarjo, budayawan dan juga eseis, sebagai sikap untuk bertahan atas prinsip kebenaran yang dipercayai meski mendapat berbagai tekanan yang membuatnya tidak populer dan kehilangan.
Bagi penulis – amatir maupun profesional – yang tergabung di blog keroyokan ini barangkali pernah mengalami perasaan tidak nyaman tatkala tulisannya yang diposting di Kompasiana, kemudian banyak komentar yang singgah dengan kesan penolakan atas tulisan tersebut, bahkan cenderung menyerang, mencaci-maki dan mem-bully-nya.
Bisa jadi karena  tak tahan menghadapinya, jangankan membalas komentar seperti itu, malah membacanya pun keburu pingsan,  ada di antara Kompasianer itu yang merasa takut, ngeri, sampai-sampai berhenti tidak memposting tulisannya lagi gara-gara ‘perlakuan’ semacam itu. lalu ahirnya minat untuk menulis pun ikut-ikutan ‘mati’ pula karenanya.
Kasus seperti itu tidak hanya dialami orang lain, saya sendiri seringkali mengalaminya. Akan tetapi di saat diri goyah, bahkan sampai terkapar tanpa daya, saya selalu diingatkan dengan nasihat salah seorang penulis yangbernama Harper Lee, nama lengkapnya Nelle Harper Lee, penulis Amerika yang terkenal akan bukunya To Kill a Mockingbird, yang mengatakan: Aku menyarankan siapa saja yang ingin memiliki karier dalam bidang kepenulisan untuk menebalkan kulit mereka sebelum mengembangkan bakat mereka.
Maka apa pun yang terjadi terjadilah. Tokh saya ini sedang belajar. Belajar mengeja. Maka wajar bila tulisan kita banyak kekurangannya. Dan wajar pula banyak penonton, eh pembaca yang mencemoohkannya. Dan pilihannya sekarang, mau nggak bisa menulis seperti Emha Ainun Najib, Putu Wijaya, Arswendo Atmowiloto, dll... atawa lebih baik mundur teratur, atawa mati saja sekalian ?
Semua kembali pada diri Anda.
Tapi... Siapa takut ?!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H