Arfha menuju *lincak satu-satunya yang ada di teras. Tempat nyaman menitipkan pantat untuk ngobrol tentang segala hal dalam keluarga.Â
"Tadi kau mau nanya apa?"
Arfha tidak segera menjawab. Pantatnya diputar empat puluh lima derajat dan menghadap tepat ke arah Mbah Wiro. Dipandangnya wajah teduh di depannya.
"Pakde perhatikan nggak, sarung Mbah Suro?"
"Kenapa dengan sarung Mbah Suro?"
"Sejak lima kali mampir ke sini. Aku perhatikan sarung Mbah Suro yang itu-itu saja!"
"Itu-itu saja bagaimana maksudnya, Fha?"
"Ya hanya dua itu saja yang dipakai. Satu motif kotak-kotak warna hitam. Satunya lagi motif kotak-kotak warna merah. Kumal dan ada beberapa tambalan lagi!"
***
Mbah Wiro tidak segera menjawab. Disantapnya ketela rebus yang masih mengepulkan asap tipis. Menghangatkan suasana dingin yang sedang dimain-mainkan angin sepoi-sepoi.
"Ada lagi yang ingin kau sampaikan?"
"Ada. Dua kali aku beri sarung baru, rasanya nggak pernah dipakai!"