Selama ini, Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia cenderung dibebankan kepada perempuan. Padahal, penggunaan alat kontrasepsi oleh perempuan sering kali disertai dengan efek samping seperti gangguan siklus menstruasi, perubahan suasana hati, mual, sakit kepala, penambahan berat badan, nyeri payudara, rambut rontok, jerawat, hingga penurunan gairah seksual. Bahkan, dalam beberapa kasus, kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan risiko pembekuan darah.
Kondisi ini menunjukkan bahwa penting bagi kita untuk melihat KB sebagai tanggung jawab bersama, bukan hanya milik istri. Suami juga memiliki peran yang sama pentingnya dalam merencanakan jumlah anak dan jarak kelahiran.
Salah satu metode kontrasepsi yang aman dan efektif untuk pria adalah vasektomi. Prosedur ini tidak menimbulkan efek samping fisik jangka panjang dan tidak memengaruhi hormon, performa seksual, atau kejantanan pria. Sayangnya, tingkat partisipasi pria dalam metode ini masih sangat rendah. Ada sejumlah alasan umum mengapa pria enggan menjalani vasektomi:
1. Takut Kehilangan Kejantanan
Banyak pria salah kaprah bahwa vasektomi akan mengurangi "keperkasaan". Padahal secara medis, vasektomi tidak memengaruhi hormon, libido, atau kemampuan seksual. Ini hanyalah mitos yang berkembang karena kurangnya informasi yang akurat.
2. Anggapan bahwa KB adalah Tugas Perempuan
Pandangan patriarkal masih kuat dalam masyarakat, sehingga urusan kontrasepsi dianggap sebagai beban istri. Padahal, merencanakan keluarga adalah keputusan bersama yang idealnya didiskusikan dan diputuskan oleh kedua pasangan.
3. Takut Prosedur Medis
Sebagian pria merasa takut atau khawatir dengan tindakan medis, meskipun vasektomi adalah prosedur singkat, minim risiko, dan tidak memerlukan rawat inap. Ketakutan ini sering kali timbul karena belum adanya edukasi yang menyeluruh dari tenaga kesehatan.
4. Tekanan Sosial dan Budaya
Stigma dari lingkungan sekitar juga menjadi penghambat. Beberapa pria khawatir akan dipandang negatif atau bahkan dilecehkan secara verbal karena memilih vasektomi. Mereka takut dianggap tidak "jantan" lagi, padahal justru tindakan ini menunjukkan keberanian dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga.