Mohon tunggu...
Kamelia Jedo
Kamelia Jedo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Studied at University of Atma Jaya Yogyakarta since 2009.\r\nTook journalism as my major & media studies as minor...\r\n(I'm learning!)\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agama: Sebuah Tameng?

10 Februari 2011   02:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:44 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1297304339337527784

Sadar atau tidak agama tidaklah lebih dari sebuah tameng. Mungkin bagi sebagian orang rasanya sangat tidak pantas jika agama dianalogikan seperti itu. Agama yang sejatinya diyakini setiap hari dan (harusnya) ajaran sucinya diwujudnyatakan dalam kehidupan bersama ternyata tidak lebih dari sebuah perisai baja tempat berlindung di balik segala tindakan yang dilakukan. Hal ini tentu saja tak dapat disangkal. Bercermin pada kenyataan yang seringkali dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat terutama dalam masyarakat yang sangat heterogen, tindakan berlindung di balik perisai agama sangat mungkin ditemui.

Bila merujuk pada teori kecemasan (Anxiety Theory) dalam kajian antropologi, jelas bahwa agama memberikan perlindungan terhadap kecemasan-kecemasan yang dihadapi manusia dalam menjalani hidupnya. Agama memberikan jawaban juga ketenangan yang sangat mungkin meredakan kecemasan-kecemasan itu. Dengan demikian, hal ini semakin memperjelas penyataan bahwa agama adalah tameng; agama adalah perisai. Namun akhir-akhir ini, agama digunakan lebih daripada sekedar tujuan meredakan kecemasan. Agama menjadi terbawa-bawa dalam tindakan-tindakan anarkis, pembakaran rumah dan pembakaran tempat ibadah. Untuk memperjelas hal tersebut, tengoklah peristiwa yang baru beberapa hari ini terjadi di Banten dan Temanggung! Kedua contoh yang akan semakin melengkapi daftar tindakan “pelarian” untuk berlindung di balik perisai agama.

Bercermin pada kedua dari sekian banyak kejadian serupa, seringkali muncul pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya relatif sulit ditemukan terkait dengan motif suatu tindakan. Motif yang hanya bisa diterima oleh pelaku atau kelompok orang yang membawa-bawa nama agama. Agama sebagai sebuah kepercayaan ternyata sangat berpotensi menuai konflik. Agama masuk dalam ranah yang  cukup sensitif untuk dibicarakan. Namun demikian, selalu ada cara untuk mengatasi agar sesuatu yang dirasa sensitif itu bisa menjadi sesuatu yang  sangat menyenangkan jika dibicarakan secara terbuka satu dengan lainnya. Bukankah Tuhan yang manusia percayai itu memberikan karunia akal budi untuk mencari alternatif sebagai cara menyelesaikan masalah?

Berhadapan dengan peristiwa yang terjadi di Banten dan Temanggung, kesadaran akan pentingnya mewujudnyatakan ajaran-ajaran luhur agama memang sangat diperlukan. Setiap orang boleh saja bersikap eksklusif terhadap agama yang ia percayai hanya saja sikap itu hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa ia hidup di antara suatu keadaan yang mensyaratkan heterogenitas. Suatu keadaan mutlak yang sama sekali tak dapat dihindari.

Bertumpu pada kesadaran itu, semestinya orang menjadi lebih memahami bahwa agama sangat tidak pantas dijadikan tameng jika tujuannya untuk berlindung di balik tindakan-tindakan seperti halnya yang terjadi di Banten dan Temanggung. Tuhan yang manusia yakini sebagai Yang Tertinggi tentu juga tak akan menyetujui tindakan seperti itu. Jika sekilas melihat ke belakang, tak terhitung berbagai kekerasan yang terjadi atas nama agama. Bukan hanya itu, pembunuhan dan pembakaran tempat ibadah juga terjadi atas nama agama. Pembalasan dendam pun bisa saja terjadi dengan membawa-bawa nama agama, seolah-olah agama akan melegitimasi semua tindakan-tindakan yang menyimpang seperti itu.

Menghadapi hal-hal seperti ini, keterbukaan dan sikap menghargai kepercayaan agama yang satu dengan yang lainnya menjadi sangat dibutuhkan. Hal ini terlebih karena masyarakat dan kepercayaannya yang tidak homogen tetapi senantiasa heterogen dalam kehidupan ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun