Sudah dari subuh, hujan yang disertai petir turun dari langit Kota Kupang. Cuaca begini membuat saya sempat malas untuk ke kantor, namun saya kira alpa ke kantor di hari terakhir kerja bukan cara yang manis untuk mengakhiri tahun.
Sesampai di kantor, hujan sudah mereda, rintik, tapi tetap mendung. Langit yang mendung pekat serupa benar dengan wajah para pecinta timnas  di kantor, yang sdang duduk berjejer. Mereka juga ikut-ikutan mendung, lesu.
Berbeda dengan kemarin, waktu langit masih cerah, di kantin kantor, mereka (termasuk saya) nampak berapi-api, seperti para orator demonstrasi yang memekikkan seruan dan spirit bahwa akan ada kemenangan gemilang atas Thailand di final leg 1 Piala AFF 2020.
"Ini waktunya..." kata Robert.
"Tapi kita....mesti..." belum selesai menujukan kemampuan analisa amatir saya, Robert sudah teriak lagi,
"Ini waktunya Om Arnold!" Â pekik Robert lagi seperti orang yang kerasukan, membuat saya dan yang lain sempat kaget, dan tertawa.
Robert jelas tidak kerasukan, tapi ya, begitu sudah.
Jika sudah terlalu percaya diri, kita seringkali terbang terlalu tinggi, hingga tak mau menengok ke bawah, dengan segala kemungkinan. Nyangkut di tiang listrik, atau bahkan jatuh terguling-guling.
Saya sih gemes dengan orang beginian, ingin balas teriak juga, tetapi saya sadar bahwa saya juga sering begini. Saya begini, dia begitu, sama saja.
Wajar. Sudah begitu lama harap untuk Indonesia menjadi juara Piala AFF itu terpatri. Asa itu semakin membubung tinggi, ketika Asnawi Mangkualam dkk berhasil melaju ke final.