Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gibran yang Lagi Sedih, Mungkinkah Mundur?

25 Juli 2020   07:12 Diperbarui: 25 Juli 2020   20:32 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran dan Almarhumah Nenek, Sudjiatmi I gambar : Tribunnews

Pagi-pagi tiba-tiba saya membayangkan Gibran, Gibran Rakbuming Raka anak sulung Jokowi yang pingin jadi Walikota Solo. Saya mengira-ngira perasaan hatinya sekarang ini. Sedang senangkah, biasa saja atau sedang sedih? Membaca berita kemarin saya pikir dia lagi sedih bahkan mengkerut.

Sedih soal apa, soal tuduhan dinasti politik. Ya, anak Jokowi mau jadi walikota, ini kan ada hubungan kekerabatan, kekerabatan itu dinasti, pasti dinasti, dan dinasti itu akan cenderung ke penyelewengan, dan penyelewengan itu jahat. Gibran lalu sedih, dia tentu tidak bermaksud demikian.

Di berita yang saya baca, Gibran akhirnya mengatakan demikian; ".... Jadi saya kan ikut kontestasi, bisa menang, bisa kalah. Tidak harus diwajibkan memilih saya, bisa dipilih, bisa tidak".

Ini seperti pasrah ya, pasrah bahwa Gibran tidak bisa menghindari bahwa dia memang sedang berada di kotak dinasti ini, mau tidak mau.

Hubungan ayah anak dengan Jokowi tidak bisa dirubahnya, lagian dia juga dikenal publik karena Jokowi juga, PDIP juga mau mencalonkannya karena itu juga.

Tidak mau bicara banyak, Gibran pingin bilang ya sudah, kalau tak suka ya tak usah milih saya, saya hanya ingin berlomba, menang kalah terserahlah, mau dibilang dinasti politik ya mau bilang apa lagi, saya sudah demikian adanya.

Soal dinasti politik ini memang tampak tak elok, karena partai politik kabarnya ramai-ramai mendukung Gibran, akibatnya kemungkinan Gibran akan melawan kotak kosong. Penyebabnya partai lain yang tidak mendukung Gibran juga tak punya kekuatan untuk memenuhi syarat mengajukan calon lain.

Kotak kosong, akan menjadi lawan Gibran. Kabarnya ada calon independen, tapi itu juga sulit, ini menyebabkan persepsi negatif menyertai pencalonan Gibran.

Kotak kosong itu ibarat seperti kegagalan berdemokrasi, apakah Gibran penyebabnya? Ah, tidaklah, tetapi terjebak di keadaan ini yang membuat Gibran menjadi sedih, dipandang sebagai penggerus demokrasi yang sesungguhnya. Wuih.

Selain pasrah, Gibran juga bicara soal keinginan tulusnya untuk menjadi walikota. Dia mengatakan bahwa ini adalah kesempatan dirinya untuk berbuat baik bagi banyak orang. 

Sebagai pengusaha, dia mungkin hanya bisa membantu pegawainya saja, tetapi jika menjadi walikota dia bisa membantu dan menyentuh 500-an ribu warga Solo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun