"Orang lemah tidak pernah bisa memaafkan karena memberi maaf hanya dapat dilakukan oleh orang yang kuat dan berani" - Mahatma Gandhi
Seharusnya Kaesang marah. Usaha sederhananya seperti kopi dan pisang dianggap sebagai "kentut" oleh seseorang melalui cuitan di twitter. "Petuahmu bagai kentut @kaesangp."
Kaesang tidak marah, malah tenang menjawab. Seperti seorang penjual biasanya yang sadar usahanya butuh perbaikan, Kaesang meminta maaf untuk sang pencuit. “Siap pak, maafkan saya,” dengan emoticon memohon.
Postingan itu menjadi sedikit ramai setelah Kaesang membalas. Mayoritas kagum atas tanggapan Kaesang karena sebagai anak presiden, Kaesang pantas marah, bahkan melaporkan serta bisa juga berdalih ketika emosi dengan mengatakan bahwa darah mudanya berontak.
Tapi Kaesang tidak melakukan yang amat mungkin dilakukannya. Kaesang menaklukan olokan, sindiran itu dengan permintaan maaf. Suatu tindakan yg jarang kita temui di dunia modern ketika manusia lebih senang saling memangsa daripada saling merangkul. Saling membenci daripada saling memaafkan.
Putra bungsu Jokowi ini telah membuat perbedaan ditengah kehidupan sosial manusia yg sejak dulu memang rentan dengan perang, saling memangsa, makian, olokan sindiran dan sejenisnya.
Di dalam tindakannya itu Kaesang sebenarnya telah menunjukan keberanian. Keberanian untuk memaafkan.
Memaafkan bukan hal yang mudah karena di dalam memaafkan ada tindakan mengingat dan melupakan berjalan seiring. Ada pergumulan atah bahkan konflik batin yang terjadi.
Meskipun memaafkan sejatinya melepaskan sesuatu di dalam diri kita, tapi hal itu tidak mudah dilakukan. Saat keinginan melupakan tindakan orang yang menyakitkan itu ada di saat yang sama keinginan membenci juga timbul karena kita mungkin kembali sadar pernah tersakiti.
Kita seperti berada di persimpangan tetap memaafkan atau lebih membenci. Kaesang berani memilih jalan yang benar, memaafkan.