Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Andaikan di Swedia, Pelanggan Vanessa Angel Sudah Pasti Dihukum

11 Januari 2019   21:03 Diperbarui: 11 Januari 2019   21:32 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vanessa Angel, artis yang terlibat prostitusi online I Gambar : Suargrid

Pelanggan Vanessa Angel yang berinisial R dilepas bebas oleh Kepolisian, sesudah dirasa cukup hanya sebagai saksi. Enak benar nasib R, pengusaha tambang yang kabarnya dari Lumajang tersebut.  Bandingkan dengan Vanessa Angel dan juga para muncikari .

Jika ini terjadi di Swedia, maka R sudah pasti jadi pesakitan. Swedia menjadi negara pertama di dunia yang melarang sekaligus menghukum pembeli layanan seksual.

Pada tahun 1999, Pemerintah Swedia memperkenalkan kebijakan nol toleransi untuk pembeli seks. Prostitusi boleh beraktivitas, namun jika para pria hidung belang diketahui bertransaksi maka pasti akan dihukum.

Swedia bisa dikatakan bertindak berani karena selain menghadapi pro dan kontra di dalam negeri, mereka juga harus berlawanan arus dengan negara tetangga Eropa yang melegalkan prostitusi, baik untuk penyedia jasa atau pembeli.

Pemerintah yang dipimpin feminis (bersama yang pro) saat itu memandang prostitusi sebagai kekerasan terhadap perempuan dan tanda yang jelas mengenai ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan.

Tujuh partai politik lainnya menentangnya. Hampir 70 persen orang Swedia juga menentangnya. Mereka yang berani menolaknya karena yakin bahwa mayoritas pelacur tidak memilih prostitusi - tetapi ada di dalamnya karena kemiskinan, kecanduan, pelecehan, eksploitasi atau paksaan.

Pihak yang kontra bahkan memprediksi bahwa hal yang buruk akan terjadi ketika membeli layanan seksual menjadi illegal maka dapat diganti dengan menawarkan bantuan kepada pelacur; apakah menyediakan transportasi, menyewa kamar, atau membeli makanan, pakaian, atau bahkan kondom untuk pelacur.

Namun 17 tahun kemudian (2016), penolakan itu dapat dikatakan berubah atau berangsur berkurang karena kekuatiran-kekuatiran itu terbukti tidak terjadi. Pemerintah melalui kepolisian secara tegas dan terus menerus menindak para pria yang terlibat transaksi seksual.

Data di lapangan juga tidak menunjukkan ada "kekacauan" di tengah masyarakat karena larangan bagi pelanggan ini. Perkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga tidak terlihat meningkat di Swedia. Kekhawatirannya sebelumnya adalah bahwa pria tidak lagi bisa menghilangkan rasa frustrasi seksual mereka pada pelacur sehingga marah-marah di dalam keluarga.

Kekerasan terhadap pelacur juga tidak serta merta meningkat. Tidak ada pelacur yang terbunuh di Swedia tahun lalu (2015). Sebagai perbandingan,  di Jerman di tempat dimana prostitusi menjadi legal, 70 orang terbunuh oleh muncikari atau pembeli.

Prostitusi memang belum dihilangkan, tetapi survei menunjukkan bahwa persentase pria Swedia yang membeli seks turun menjadi 7,4 persen pada 2014 dari 13,6 persen pada 1996; hanya 0,8 persen mengatakan bahwa mereka telah membeli layanan seksual dalam setahun terakhir. Bertransaksi seks dianggap memalukan bagi pria Swedia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun