Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money

Akrab dengan Turbulensi Finansial

18 September 2015   05:03 Diperbarui: 20 September 2015   12:01 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Faktor Eksternal

Pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), The Fed US (AS : Amerika Serikat) pada 17 September 2015 memutuskan untuk tidak menaikkan suku bunga acuan dan tetap pada 0,25%. Keputusan diambil dengan memperhatikan kondisi perekonomian global terakhir. Konon kenaikan suku bunga diperlukan agar terjadi relaksasi pada pertumbuhan ekonomi AS yang telah tiga kali merasakan kebijakan Quantitative Easing pada masa 2008 - 2012. Sebelumnya diprakirakan, jika suku bunga acuan naik, akan timbul gejolak pada pasar finansial khususnya Dolar Amerika (USD) yang akan kembali ke Negeri Paman Sam. Sementara saat ini USD dalam posisi kuat (Strong Currency) terhadap semua mata uang utama (Euro, Yen, Pound Sterling) dan nilai tukarnya terus meningkat. Dampak USD Strong adalah tekanan pada ekspor produk di pasar internasional sementara impor mengalir deras ke dalam pasar AS. Tekanan pada produk ekspor AS juga kondisi perekonomian dunia yang pertumbuhannya terus menurun, membuat tekanan pada korporasi dan Multi National Company (MNC) AS sehingga proyeksi kinerjanya tidak atau kurang prospektif.

Sementara pada perekonomian China, bermula pekan kedua Juni 2015 dan berlanjut hingga puncaknya kejadian Black Monday, 24 Agustus 2015, pasar saham di Shanghai mengalami penurunan indeks yang luar biasa. Pada 11 Agustus 2015, Bank Sentral China (POBC : People Bank of China) mengumumkan kebijakan devaluasi mata uang Renminbi (CNY) pada kisaran 2% dan akan terus berlanjut untuk mendorong produk ekspor China agar tetap bersaing. Gejolak di China tidak lepas dari kondisi penurunan alami dari pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya sempat mencapai 11-12% per tahun dan diprakirakan pada kisaran 7% atau kurang.

Area Eropa setelah sempat bergejolak akibat Krisis Utang Yunani, saat ini dihadapkan pada masalah migran. Sementara Rusia masih terkena dampak turunnya harga minyak dunia. Kondisi yang sama dialami negara-negara Arab dan di Timur Tengah (Middle East). Area Amerika Latin, Venezuela sangat terdampak penurunan harga minyak dunia; demikian juga Brazil yang ditambah dengan penurunan harga komoditi dunia, demikian juga Chile. Sedangkan Argentina masih belum lepas dari tekanan penyelesaian utang eksternal.

Area Pasifik, Jepang masih belum dapat keluar dari tekanan pertumbuhan ekonomi rendah sedangkan sebagian besar negara Asia masih terkena demam deflasi harga komoditas dan turunnya permintaan pasar secara umum. Area Australia dan New Zealand walaupun mengalami tekanan pada nilai tukar tetapi terkesan tanpa gejolak walaupun terdampak penurunan harga komoditas dan penurunan pertumbuhan di China. Kondisi yang jauh dari baik dialami area Afrika seperti Afrika Selatan, dan negara bagian Utara Afrika (Nigeria, Aljazair) akibat penurunan harga minyak dunia yang merupakan andalan penerimaan.

Ibarat putaran jarum jam, pusaran krisis berpindah dari area Eropa (Utang Yunani), berpindah ke China (Pasar Saham dan Devaluasi), lalu ke AS (Suku Bunga Acuan). Selanjutnya mungkin berpindah ke Amerika Latin (krisis Brazil, Venezuela, Argentina), lalu Asia Pasifik dengan ASEAN atau area sekitar India dan Pakistan serta Timur Tengah. Intinya, krisis dan turbulensi terus hadir dalam sistem perekonomian dan keuangan dunia yang terintegrasi dan beraktivitas 24 jam tanpa henti.

Tekanan Perdagangan dan Turbulensi Finansial

Tekanan pada pertumbuhan perekonomian dunia dapat dilihat pada grafik perdagangan internasional berikut ini.

Sumber Informasi : World Trade Organization (dengan pengolahan)

Penurunan harga (deflasi) komoditas dan turunnya permintaan merupakan penyebab pertumbuhan perdagangan sangat rendah pada besaran 1,4% untuk 2012 - 2014. Rendahnya pertumbuhan perdagangan, akan menyebabkan pada banyak negara mengalami defisit perdagangan khususnya yang mengandalkan pendapatan pada komoditas. Kondisi defisit neraca perdagangan berdampak pada tekanan nilai tukar.

Pasar Finansial yang besarnya sekitar 20 kali pasar barang dan jasa, pertumbuhannya diberikan pada grafik berikut ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun