Dapat dibayangkan jika ceruk 21% dari energi fosil dieliminasi. Bagaimana menggantikan pendapatan negara pengekspor seperti di Amerika Selatan/Latin, Timur Tengah, Afrika Utara, Afrika yang pasti mengalami kesulitan mencari sumber pendapatan lain dan berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi yang akan berimplikasi pada keresahan sosial. Transisi energi bukan semata berupaya mensubstitusi energi fosil tetapi perlu secara utuh mengkaji implikasi dan dampak yang timbul.
Ambiguitas Dalam Melangkah
Peraga-3 berikut ini memberikan gambaran ceruk sumber energi.
Dari Peraga-3 dapat dilihat bahwa hanya Denmark dan Jerman yang ceruk energi non fosil sudah mencapai lebih dari 20% sedangkan negara lain yang tergolong negara besar belum mencapai 20%; Indonesia bahkan baru capai sekitar 10%.Â
Jika 2060 dijadikan target untuk mengeliminasi energi fosil, apakah akan sanggup menggantikan pembangkit yang ada dengan sumber energi baru/terbarukan dalam sisa waktu tiga setengah dekade dan memperhatikan pertumbuhan kebutuhannya. Sesuai dengan strategi dan pengembangan perekonomian tentu tidak energi saja yang butuh tetapi berbagai fasilitas atau infrastruktur demi penyelenggaraan pelayanan publik.Â
Dengan kemampuan fiskal tentu menjadi tantangan besar bagi setiap negara untuk mengatur investasi dan belanjanya.
Jika eliminasi atau substitusi pembangkit energi fosil dengan energi non fosil tidak terlaksana berarti risiko dan ancaman peningkatan suhu global menjadi realitas yang tak dapat dihindari; atau ada cara lain dalam menghadapi fenomena perubahan iklim?
Biang Kerok Emisi Karbon dan Perubahan Iklim
Dalam publikasi World Economic Forum tentang Future of the Environment dengan topik : Cutting global carbon emissions: where do cities stand? ringkasannya pada Peraga-4 di bawah ini.