Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Potret Suram Perekonomian Global

7 Oktober 2016   14:45 Diperbarui: 7 Oktober 2016   17:02 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : shutterstocks.com

Pertumbuhan Global

Berdasarkan Hukum Pareto pada GDP Global, 80% GDP berada pada 20 negara termasuk Indonesia (Lihat Tabel-1 berikut ini).

Pareto Law on Global GDP - Prepared by Arnold M
Pareto Law on Global GDP - Prepared by Arnold M
Jika dikaji lebih dalam, ada 3 (tiga) polar atau kutub (Tripolar Global) penggerak perekonomian global yang dominan saat ini yaitu negara-negara yang tergabung dalam Trans Pacific Partnership (TPP), mencakup USA, Japan, Canada, Australia dan beberapa negara ASEAN seperti Singapore, Malaysia; negara-negara dalam European Union (masih mencakup United Kingdom, dikenal dengan sebutan EU-28). dan negara-negara BRICS (Brazil, Russian, India, China, South Africa).

Posisi Indonesia dalam pertumbuhan Tripolar Global dapat dilihat pada Grafik berikut ini. 

Indonesia and G20 Quarterly Growth - Prepared by Arnold M
Indonesia and G20 Quarterly Growth - Prepared by Arnold M
Sumber Informasi : OECD Statistics

Pertumbuhan EU-28 pada dua triwulan 2016 berada di bawah 2% dengan kecenderungan rata; USA di bawah 2% dengan kecenderungan turun. Dari kelompok BRICS, hanya India dan China yang tumbuh positif; pertumbuhan China dalam dua triwulan 2016 pada 6,7%; India masih sedikit di atas 7% dengan trend China dan India turun. Berlawanan dengan kondisi global, pertumbuhan Indonesia sedikit di atas 5% dengan trend naik.

Siklus Super

Pemahaman akan siklus super (siklus tahunan panjang) diambil dari Kondratieff Wave; bukan sekedar siklus perekonomian yang mencakup Peak, Recession, Trough, dan Recovery dengan rentang 7-8 tahun untuk masing-masing siklus. Dalam 100 tahun terakhir, tercatat 4 krisis besar perekonomian global masing-masing Great Depresion 1929-1939, Oil Crisis 1973 - 1974, Black Monday 1987, dan Krisis Finansial 2007-2008; khususnya yang terakhir ini dampaknya masih sangat berpengaruh. Sementara sejak awal Abad XXI, perekonomian global menikmati "Boom Commodities" sejalan dengan pertumbuhan double digit China dan juga pertumbuhan di USA serta European Area.

Pasca Boom Commodities muncul kondisi Deflation Spiral Commodities atau penurunan harga komoditas dan Krisis Financial serta timbul gejolak baru, dikenal sebagai Disruptive Economy. Hal ini ditandai dengan booming Electronic Commerce (eCom) dan Ekonomi Digitas serta start-up company (atau Digital Entepreneur). Pada kenyataannya pasca Krisis Finansial, pertumbuhan global suram; yang dipengaruhi 2 (dua) hal utama yaitu tekanan ekonomi dan keuangan (khususnya utang negara berkembang) dan "secular stagnation".

Dalam secular stagnation", kebijakan stimulus moneter terasa mandul. Dengan suku bunga pinjaman yang sangat rendah (mendekati nol prosen), kegiatan investasi tetap rendah dan konsumsi masyarakat tidak meningkat; ini diindikasikan tingkat inflasi (berdasarkan indeks harga konsumsi) rendah bahkan cenderung deflasi (penurunan harga dalam jangka panjang).

Investasi dan Perdagangan Global

Gambaran aliran penanaman modal asing (FDI) Indonesia pada 5 (lima) tahun terakhir hingga 2015 diberikan pada grafik berikut ini dengan pembanding India.

FDI Inflow Indonesia and India 2011 - 2015 : Prepared by Arnold M.
FDI Inflow Indonesia and India 2011 - 2015 : Prepared by Arnold M.
Trend FDI pada 2011-2015 turun dan dibandingkan dengan 2014, jumlah FDI 2015 turun 26,3%; bandingkan India dengan trend naik serta pada 2015 mengalami kenaikan tahunan 29,5%.

Faktor yang menjadi pertimbangan dalam FDI, berdasarkan kajian AT. Kearney Consulting Firm (FDI Confidence Index), diberikan pada peraga berikut ini.

atk-report-57f746124423bda80cc3b449.png
atk-report-57f746124423bda80cc3b449.png
Dengan berbagai paket kebijakan stimulus ekonomi yang sudah diterbitkan pemerintah sejak September 2015, tetapi belum berhasil meningkatkan aliran FDI. 

Sementara dari perdagangan global, trend 2016 menunjukkan pertumbuhan yang sangat lambat sejak Krisis Finansial. Kondisi spiral deflasi komoditas masih terus menekan negara yang mengandalkan ekspor komoditas yang selanjutnya berdampak pada barang konsumsi dan manufacturing. Tekanan perdagangan global selanjutnya menjalar pada sektor transportasi dan logistik serta akan menekan pertumbuhan sektor pariwisata. Dengan demikian, secara agregasi pendapatan akan tertekan yang berdampak pada sisi permintaan dan menimbulkan kondisi "over supply". Kondisi demikian bagaikan spiral depresi yang menampilkan potret suram perekonomian global.

Demi mendorong pertumbuhan dalam situasi konsumsi tidak bertumbuh, penanaman modal asing (FDI) turun, dan perdagangan global tidak bertumbuh; pilihan yang tersisa hanya Ekspansi Fiskal yang diinisiasi pemerintah. Dampaknya adalah Defisit Anggaran yang diikuti Peningkatan Utang; hal ini selaras dengan Generally Accepted Economic Principal.

Arnold Mamesah - 7 Oktober 2016

Masyarakat Infrastruktur Indonesia - Laskar Initiatives

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun