Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menkeu SMI, Bendahara Negara Bukan Sekadar Tukang Pangkas

3 September 2016   13:15 Diperbarui: 3 September 2016   19:42 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fokus Domestik dan Antisipasi Spiral Deflasi

Pada Oktober 2015 penulis memublikasikan artikel "Eksternal Perlu, tetapi Fokus ke Domestik" saat para ahli ekonomi dan pengamat mengangkat masalah peningkatan ekspor dalam menghadapi "Currency Wars" dan tekanan nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD) yang pada akhir September 2015 sempat mencapai kisaran IDR 14.800 untuk USD 1.

Bagaimana meneropong dan memahami perekonomian domestik? Masalah yang sangat mencemaskan adalah pertumbuhan investasi dan dapat dilihat pada prediksi Bank Indonesia akan ekpansi kredit perbankan yang masih single digit hingga akhir 2016. Penyebabnya bukan pada suku bunga kredit yang masih "double digit" tetapi pada ekspektasi pasar yang masih rendah terhadap pertumbuhan ekonomi; sementara sektor swasta khususnya korporasi masih terus memperbaiki posisi neraca yang mengalami Balance Sheet Recession Problem (Lihat: Resesi Neraca dan Perubahan Perilaku).

Keadaan penurunan permintaan terutama barang konsumsi merupakan hal yang sangat kritikal dengan indikasi inflasi negatif 0,02% pada masa Agustus 2016 dan diprakirakan berlanjut pada September 2016 akibat faktor psikologis masyarakat untuk berhemat dan pemotongan anggaran pemerintah. Sementara yang paling menghebohkan dan menyita perhatian adalah penerimaan negara khususnya melalui pajak yang jauh di bawah target. Demi menjaga ketahanan fiskal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) sebagai "Bendahara Negara" memutuskan pengetatan anggaran belanja pemerintah pusat dan daerah. Lanjutan kebijakan "potong anggaran" ini akan (pasti) terjadi jika penerimaan dari tebusan atau "upeti" Tax Amnesty yang ditargetkan 165 Triliun Rupiah tidak tercapai.

Tidak sulit potong anggaran belanja tetapi dampak tularannya berbahaya yaitu "spiral deflasi" dan penyusutan perekonomian secara agregasi. 

Bias Tax Amnesty

Saat berbicara di depan Sivitas Akademika Universitas Indonesia Depok, 1 September 2016, dengan diawali gugahan melalui lagu kebangsaan Indonesia Raya, SMI menyebut dua indikator yaitu (1) Rasio Penguasaan Kekayaan (Wealthy Distribution); dan (2) Rasio Pajak terhadap Produk Domestik Bruto (Tax Ratio). Pada indikator pertama dikatakan bahwa 1% jumlah orang berdasarkan urutan nilai kekayaan menguasai 50% kekayaan di Indonesia. Mengutip laporan World Bank yang dipublikasi salah satu harian, 10% orang kaya menguasai 77% kekayaan. (lihat artikel : Richest 10 percent own about 77 percent of Indonesia's wealth). Melihat indikasi ini, distribusi kekayaan Indonesia selaras dengan Prinsip Pareto (Penjelasannya klik: Pareto Principle) yaitu 80% kekayaan berada pada 20% penduduk (kaya), Berdasarkan indikator tersebut SMI ingin menunjukkan kesenjangan atau GAP yang menjurus pada ketidaksetaraan (inequalty). 

Indikator Tax Ratio 2015 pencapaiannya 10,47% dengan tren seperti diberikan pada Peraga-4.

Sumber Infografik : www.tribunnews.com/bisnis/2016/01/11/tax-ratio-2015-lebih-rendah-dibanding-2014
Sumber Infografik : www.tribunnews.com/bisnis/2016/01/11/tax-ratio-2015-lebih-rendah-dibanding-2014
Bandingkan pencapaian Tax Ratio Indonesia dengan Malaysia : 15%; Phillipina : 14,4%; Mexico : 19,7%.

Selain indikator yang disebut SMI, dua indikator lain yang layak dipahami dan digunakan, yaitu Tax Coverage (kemampuan petugas DJP "menjangkau dan melayani wajib pajak) dan Tax Buoyancy (Penerimaan pajak yang meningkat secara berkesinambungan). Tax coverage 2015 hanya sanggup mencapai 55% (standar: 70) dengan Tax Buoyancy 1,2 (selayaknya pada rentang: 1,5-2). Bagaimana melihat dan memanfaatkan peluang peningkatan penerimaan pajak berdasarkan indikator-indikator yang telah disebutkan? 

Upaya melalui peningkatan tax coverage menjadi "key factor" agar mencapai setidaknya 70%. Dengan peningkatan Tax Coverage dari 55% menjadi 70% maka secara proporsional Tax Ratio akan meningkat sekitar 1,6% dari PDB (Penjelasan: peningkatan Tax Coverage 15% dikalikan dengan Tax Ratio 10,47%). Dengan asumsi besaran PDB 2015 IDR 11.000 triliun, akan ada potensi tambahan penerimaan negara 1,6% dari PDB atau setara IDR 176 triliun. Jumlah ini lebih besar dari prediksi "upeti" Tax Amnesty sebesar IDR 165 triliun (Catatan: Prediksi penerimaan ini berdasarkan prakiraan dana milik WNI yang disimpan atau dibiakkan di Tax Haven Countries dan diduga melakukan penghindaran pajak atau Tax Evasion).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun