Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money

Kurs Tukar Indikator Sesat

23 Oktober 2015   00:12 Diperbarui: 23 Oktober 2015   11:00 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Indikator Kinerja 

Keputusan pertama pemerintah yang tidak populer adalah kenaikan harga BBM pada 17 November 2014 yang diumumkan langsung Presiden Jokowi sepulangnya ke tanah air dari menghadiri KTT APEC di Beijing, China dan KTT G-20 di Brisbane, Australia. Kenaikan harga tersebut konon membebaskan harga BBM dari subsidi walaupun kecenderungan harga minyak mentah saat itu menurun. Implikasi kenaikan BBM tersebut inflasi bulanan pada November dan Desember 2014 langsung meningkat jadi 1,5% dan 2,46%.

Satu tahun berjalan pemerintahan pasangan Presiden Jokowi – Wapres Jusuf Kalla dan Kabinet Kerja. Rasa penasaran timbul pada masyarakat untuk memahami bahkan mengevaluasi kinerja, khususnya berkaitan dengan perekonomian. Tetapi apa yang akan menjadi tolok ukur ? Apakah dengan melihat (1) kurs tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika; atau (2) indeks pada bursa saham yang berubah tiap saat; atau (3) harga sembako di pasar yang berbeda setiap hari. Ada juga indikator (4) besaran inflasi; 5) angka ekspor-impor beserta neraca perdagangan global serta; (6) jumlah peredaran uang; serta (7) cadangan devisa yang diumumkan tiap bulan; atau (8) pertumbuhan PDB yang diumumkan tiap triwulanan ? Banyak juga indikator lain seperti posisi tabungan atau pertumbuhan kredit atau posisi utang luar negeri dan jumlah pengangguran.

Namun, jika dilakukan survey atau pengumpulan pendapat pada masyarakat di kota besar (urban), dapat diprakirakan kurs tukar akan menjadi pilihan pertama diikuti indeks harga saham. Bagi masyarakat yang bukan di perkotaan atau yang berada di perkampungan, harga sembako sepertinya akan menjadi perhatian utama. Tetapi patut dipahami bahwa dalam perekonomian negara, inflasi, tenaga kerja dan PDB (Produk Domestik Bruto) merupakan indikator utama dan kurun waktu panjang.

Kurs Tukar Indeks Harga Saham

Kurs tukar dipahami sebagai indikasi lampau (lagging indicator), menggambarkan kondisi yang sudah terjadi khususnya transaksi antara penduduk dengan negeri lain yang dicatat dalam Neraca Pembayaran (Balance of Payment). Sedangkan harga saham dimaknai sebagai indikasi pendahulu (leading indicator) atas ekspektasi proyeksi kinerja perusahaan atau korporasi pada masa mendatang yang sahamnya tercatat di bursa. Kinerja perusahaan dievaluasi berdasarkan Neraca Keuangan (Balance Sheet).

Sebagai lagging-indicator, kurs tukar dan relasinya dengan inflasi serta neraca perdagangan disajikan pada grafik berikut ini.

Catatan. Sumbu kiri untuk kurs tukar, sumbu kanan untuk inflasi (%) dan neraca perdagangan (surplus atau defisit) dalam USD miliar. Masa : Januari 2014 - September 2015.

Grafik menunjukkan bahwa dalam kecendrungan kenaikan kurs tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah, inflasi bulanan turun dan neraca perdagangan luar negeri mengalami surplus (ekspor lebih besar dari impor) sejak Januari 2015. 

Catatan. Sumbu kiri untuk kurs tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah dan sumbu kanan indeks (rerata bulanan) harga saham gabungan pada bursa saham Indonesia, untuk masa Januari 2013 - September 2015.

Grafik menunjukkan bahwa saat kecenderungan kurs tukar naik, harga saham kecenderungannya naik. Pada masa pertengahan 2014, indeks harga saham naik walaupun kurs tukar turun. Dengan demikian, kurs tukar dan indeks harga saham tidak berkaitan (berkorelasi) langsung, misalnya harga saham turun pada saat kurs tukar naik (korelasi berlawanan) atau indeks harga saham naik saat kurs naik (korelasi searah). 

Indeks harga saham merupakan leading indikator sehingga kecenderungan kenaikan indeks harga saham (ditunjukkan pada garis putus biru pada grafik), memberikan pemahaman bahwa kenaikan kurs bukan ancaman terhadap peningkatan kinerja korporasi pada masa mendatang.

Dari kajian berdasarkan dua grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa kurs tukar bukan merupakan indikator yang mewakili kinerja perekonomian khususnya berkaitan dengan inflasi serta peningkatan kinerja korporasi.

Evaluasi Kinerja Perekonomian

Perekonomian negara selayaknya sebagai suatu perjalanan atau pertumbuhan dalam kurun waktu panjang dan berkelanjutan. Siklus perekonomian mengingatkan adanya masa resesi (penurunan pertumbuhan) yang terjadi antara kondisi puncak kinerja perekonomian dan kondisi palung saat kinerja perekonomian pada tingkatan sangat rendah. Sedangkan kondisi sebaliknya atau masa pemulihan (peningkatan pertumbuhan) akan menuju kepada puncak kinerja perekonomian.

Evaluasi kinerja pemerintahan Presiden Jokowi dengan menggunakan indikator kurs tukar akan sangat menyesatkan. Lebih tepat jika evaluasi dilakukan dengan membandingkan pencapaian berdasarkan besaran target yang ditetapkan; melalui perencanaan strategis jangka panjang yang diturunkan dalam sasaran dengan besaran terukur dalam kurun waktu tertentu.

Apabila kemudian mengalami kesulitan dalam melakukan evaluasi kinerja pemerintahan, itu terjadi akibat ketidak-tersediaan target beserta kurun waktu.

Justru hal ini merupakan pangkal permasalahan yang harus segera dikoreksi.

 

Sumber informasi : Bank Indonesia - SEKI

 

Arnold Mamesah - Laskar Initiatives

23 Oktober 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun