Aku : "Kenapa Mamak kasi? Aku suka tas itu"
Ibu : "Kasihan dia tidak punya tas, bukunya berceceran"
Aku : "Tapi aku suka tas itu. Kalau gitu jadikan saja dia menjadi anak Mamak", kataku kesal waktu itu.
Itu kejadian pertama yang kuingat. Selanjutnya kejadian-kejadian serupa sering terjadi. Baju seragam bahkan baju sehari-hari sering lenyap dari lemari karena nyatanya sudah dibagi-bagikan ibu kepada murid-muridnya yang lebih membutuhkan. Alasannya selalu sama, katanya : "Kamu sudah punya yang lain, itu bisa buat mereka".
Setiap kali hal serupa terjadi, setiap kali juga aku kesal. Seragam SMP dan SMA pun diberikan ke orang lain, demikianpun buku-buku pelajaran. Yang paling ngenes kumpulan surat-surat cinta ketika jaman cinta monyet pun diberi ke orang karena terselip diantara buku-buku paket haha...
"Kenapa Mamak kasih baju seragamku? Itukan buat kenang-kenangan", kataku kesal ketika tahu seragam SMP ku diberi kepada orang lain.
"Kenang-kenangan itu perbuatan baik", jawab ibu singkat.
Dongkol mendengar jawaban ibu lalu kubalas lagi:" Harusnya Mamaknya beli baju baru untuk anaknya, jangan minta baju orang"
"Makanya harusnya kamu bersyukur masih bisa sekolah tanpa harus meminta baju seperti mereka",kata ibu menjawabku.
Saat itu aku tidak paham betapa susahnya membiayai sekolah walaupun sekedar membeli seragam dan peralatan belajar. Namun semakin besar aku semakin paham.
"Seragamku dikasih siapa Mak?", kataku ketika seragam SMAku tidak ada di lemari.