Berawal dari informasi yang aku peroleh dari sebuah pesan WhatsApp, aku membawa ketiga anakku mengikuti test psikologi gratis yang diadakan sebuah rumah sakit swasta dekat rumah. Programnya diberi nama Fun Doodle, tujuannya untuk mengetahui tingkat emosi anak.
Pada saat pelaksanaan tes, anak-anak masuk ruangan secara bergiliran.
- Pertama : si Bungsu, perempuan, usia 4 tahun. Menghabiskan waktu di ruangan test sekitar 1 jam. Menggambar tentang keluarganya yang terdiri dari ayah,ibu, kedua kakak laki-lakinya beserta dirinya sendiri.
- Kedua : si Sulung, laki-laki, usia 10 tahun. Menghabiskan waktu di ruangan test sekitar 40 menit. Menggambar rumah, pohon, awan dan jalanan serta mewarnainya dengan penuh.
- Ketiga : si Anak Tengah, laki-laki, usia 8 tahun. Menghabiskan waktu di ruangan test tidak lebih dari 30 menit. Menggambar sebuah matahari. Dia butuh lebih dari 10 lembar kertas sampai akhirnya memutuskan menggambar matahari. Katanya dia ingin menggambar rumah tapi tidak bisa, mencoba menggambar orang namun tidak bisa juga, menggambar pemandangan namun lagi-lagi gagal.
Selesai ketiganya menggambar, saatnya orangtua dipanggil untuk diberi penjelasan oleh psikolog.
"Wah, Ibu punya 3 anak dengan 3 karakter yang sangat berbeda", kata Psikolog membuka pembicaraan.
Setelah aku bercerita tentang keseharian si anak, psikolognya menjelaskan arti gambar dari masing-masing anak. Secara keseluruhan tingkat emosi ketiga anak ini masih sesuai usia mereka. Hanya saja ada beberapa poin yang harus diperhatikan, yang menjadi PR buat orangtua mereka.
- Pertama (Si Bungsu) : terbuka, suka berteman, nyaman dengan keluarganya bersama ayah ibu dan kedua kakaknya, menempatkan dirinya sebagai anak yang paling kecil yang sepenuhnya masih bergantung pada keluarganya.
Oiya, Si Bungsu punya sedikit keterlambatan dalam berbicara. Di usianya yang sudah 4,5 tahun pengucapan kata-katanya belum jelas. Yang ditakutkan adalah munculnya perasaan minder karena ngomongnya belum jelas atau mungkin saja dia jadi bahan bullyan. Minder akan menutup potensi yang ada di dirinya.
Oleh karena itu Psikolog menyarankan kepada orangtua untuk fokus mengajari si bungsu pengucapan kata-kata yang benar. Mungkin bisa dibantu dengan mengikutkan anak di terapi tumbuh kembang.