Mohon tunggu...
Arman Jaya
Arman Jaya Mohon Tunggu... Freelencer

Menyukai isu keberlanjutan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Heroik Demmatande dari Sulbar, Gugur di Medan Juang Melawan Tirani Belanda

9 September 2025   02:32 Diperbarui: 9 September 2025   03:01 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sarasehan Kepahlawanan, Demmatande di Unsulbar (Foto: ist)

Perbukitan subur Paladan, Mamasa, lahir seorang pejuang yang gigih menentang penjajahan Belanda. Namanya Demmatande, atau Daeng Matande, seorang bangsawan dari keluarga Tana' Bulawan yang dikenal karena perlawanannya yang tak kenal menyerah pada awal abad ke-20. Kisahnya adalah cerminan dari semangat juang rakyat Sulawesi Barat (Sulbar) dalam menghadapi penindasan kolonial.

Awal Mula Perlawanan

Pada tahun 1907, Belanda memulai ekspansi besar-besaran di luar Jawa dan Sumatra untuk mengamankan wilayah kekuasaannya dari ancaman bangsa lain, termasuk Inggris. Penetrasi ini menyebabkan gejolak di kalangan bangsawan lokal, termasuk di Sulawesi Barat, yang merasa terusik oleh kebijakan kolonial yang menindas.

Perlawanan fisik pertama Demmatande dimulai saat ia membantu I Ammana Wewang melawan upaya Belanda untuk mencampuri urusan internal kerajaan-kerajaan di Sulawesi Barat. Dengan solidaritas tinggi antara masyarakat Pitu Babana Binanga (pesisir) dan Pitu Ulunna Salu (pegunungan), Demmatande memimpin 300 pasukannya dari gunung ke pesisir. Tindakan berani ini membuatnya masuk daftar hitam Belanda sebagai "pemberontak."

Dari Kerja Paksa ke Pemberontakan

Belanda terus menekan bangsawan yang menolak bekerja sama, menerapkan kerja paksa (kerja rodi) untuk pembangunan jalan raya dan memungut pajak tinggi. Melihat keluarganya dan masyarakat Pitu Ulunna Salu (PUS) dipaksa bekerja hingga menderita, bahkan dibunuh oleh tentara Marsose, amarah Demmatande memuncak.

Antara tahun 1910-1912, ribuan masyarakat Mamasa dipaksa membangun jalan dari Takatikung ke Jembatan Kunyi. Demmatande, yang awalnya ikut bekerja bersama rakyatnya, akhirnya tak kuasa menahan empati yang menggerogoti dirinya melihat penindasan. Ia dan pasukannya melancarkan pemberontakan dengan membunuh mandor dan tentara Marsose. Aksi ini memicu ribuan pekerja rodi melarikan diri ke hutan, sementara pasukan Belanda mengejar Demmatande hingga ke kampung halamannya di Paladan.

Pertempuran di Benteng Salubanga

Belanda yang frustrasi karena tidak menemukan Demmatande, melampiaskan amarahnya dengan merusak dan membakar rumahnya serta rumah warga. Mereka bahkan sengaja mengotori tempat makan dan minum Demmatande, sebuah penghinaan besar yang semakin membakar semangat perlawanan Demmatande.

Sebagai respons, Demmatande mengarahkan rakyatnya membangun Benteng Salubanga, sebuah benteng alami yang selesai pada 1914. Benteng ini menjadi saksi bisu dua pertempuran besar di mana Demmatande dan pasukannya berhasil memukul mundur pasukan Belanda yang dilengkapi meriam pada 11 Agustus dan 9 Oktober 1914. Kemenangan ini membuat Belanda menaruh perhatian serius pada sosok Demmatande.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun