Mohon tunggu...
Kuntoro Tayubi
Kuntoro Tayubi Mohon Tunggu... Journalist -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah ruh, dan menebar kebaikan adalah jiwaku. Bagiku kehidupan ini berproses, karena tidak ada kesempurnaan kecuali Sang Pencipta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Tahun Nenek Sebatangkara di Brebes Tinggal di Gubuk Sawah

26 Januari 2018   20:04 Diperbarui: 26 Januari 2018   20:37 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fatonah, 65, sudah dua tahun hidup di gubuk tani lahan sawah di Brebes, Jawa Tengah, karena tidak punya tempat tinggal. Setiap hari mengais rongsok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang sebatangkara. 

Disambangi di kediamannya di Desa Ciampel, Kecamatan Kersana, ia mengaku hidup sendiri sejak ditinggal suaminya yang meninggal karena sakit, puluhan tahun silam. Sempat memiliki seorang anak, namun juga meninggal di usianya yang belia, yakni 7 bulan. 

Rumah satu satunya sudah di jual. Ia pun sempat merantau di Kepulauan Riau, sebagai juru masak sebelum akhirnya kembali ke kampung halamannya di Desa Ciampel pada tahun 2015 yang lalu. 

Dokpri
Dokpri
"Saya jual rumah saya, terus saya diajak ikut proyek di Riau selama 3 bulan jadi juru masak," tutur Fatonah, Kamis, 25 Januari 2018. 

Sepulang dari merantau, ia sempat numpang hidup di rumah temannya. Namun tidak sampai satu bulan tidak kerasan. Ia kemudian mendapatkan gubuk yang sekarang ditempatinya. 

Di sebuah petak berukuran 2x3 meter, ia menjalani aktivitas kesehariannya. Di sebelah gubuk terdapat sumur kecil untuk mandi. Namun air harus diendapkan dahulu sebelum digunakan, karena keruh. Namun untuk buang hajat, ia harus keluar dan berjalan menuju sungai yang tak jauh dari tempat tinggalnya. 

Di dalam rumah yang lebih mirip gubuk tani hanya terdapat satu buah meja kecil yang berfungsi sebagai meja makan sekaligus tempat tidur Fatonah. 

Dokpri
Dokpri
"Gubuk ini milik Pak Kutra yang menggarap sawah lahan milik Perusahaan Pabrik Gula Kersana. Saya sudah minta ijin, dan Pak Kutra memperbolehkannya," katanya. 

Fatonah mengaku tak merasa kedinginan saat malam menjelang, meskipun tidak ada dinding di sisi gubuk yang ditempatinya. Hanya terpal bekas sebagai dinding penutup gubuk. Saat hujan datang, ia pun masih tetap bertahan di tempat tinggalnya. 

Sepertinya sang Nenek sudah mati rasa. Terhadap hewan liar seperti ular yang sewaktu waktu masuk ke kediamannya, ia mengaku tidak takut. Apalagi mitos kompleks Pabrik Gula yang sudah tidak beroperasi sejak 1968 itu terkenal angker. 

Dokpri
Dokpri
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Fatonah mencari barang bekas di jalan kampung sekitar. Setiap lima hari sekali, rongsokan yang terkumpul terjual antara Rp15 hingga Rp Rp20 ribu. Kecil memang, namun ia tidak menampik kalau sesekali sering mendapat bantuan dari warga sekitar yang memiliki belas kasih kepadanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun