Ditengah kondisi seperti sekarang ini, yang semua serba mudah dan canggih karena adanya perkembangan teknologi yang mempengaruhi semua sektor dan bidang, termasuk berpengaruh pada sektor pariwisata yang kini semakin masal dan komersial. Terdapat harapan dalam satu istilah yang penuh akan makna yaitu Community Based Tourism (CBT), atau pariwisata berbasis komunitas yang merupakan sebuah konsep pengembangan suatu  destinasi wisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal di mana masyarakat turut andil dalam  proses perencanaan, pengelolaan, dan penyampaian pendapat (Goodwin  dan Santili,  2009).
Pariwisata yang dulunya dibangun dengan menonjolkan bangunan-bangunan megah, bepergian menggunakan kendaraan mewah, dan destinasi yang viral, kini mulai kembali pada destinasi yang berprinsip pada akar manusia, budaya dan lingkungan selalu berdampingan secara harmonis. Ketika saya berkunjung pada Hutan Pinus Mangunan, saya melihat begitu indahnya suasana alam dan udara segar serta sambutan kicauan burung yang membuat pikiran menjadi tenang. Namun, dibalik keindahan tersebut, saya melihat bahwa Hutan Pinus Mangunan mengalami tantangan yang cukup besar dalam upaya penerapan Community Based Tourism (CBT).
Hutan Pinus Mangunan menjadi salah satu destinasi wisata yang populer dan mampu menarik minat wisatawan dari berbagai kalangan. Tapi saya merasa bahwa disini masih kurang peranan masyarakat lokal sebagai pengelola atau pengembangan destinasi ini. Masyarakat memang sudah diberikan kesempatan untuk berjualan ataupun sekedar menyediakan jasa foto, namun keterlibatan mereka dalam sistem pengelolaan dan pengambilan keputusan untuk peningkatan kualitas atau perencanaan pengembangan kedepannya masih sangat terbatas. Padahal Community Based Tourism memiliki prinsip untuk melibatkan masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan dan menikmati  keuntungan perkembangan  industri  pariwisata,  dan  konsep  ini  lebih  memberdayakan  masyarakat (Utami, Yusuf dan Mashuri, 2022)
Pengalaman ini membuat saya sebagai seorang mahasiswa S1 Pariwisata untuk lebih kritis dan dapat membuka mata, bahwa keindahan alam saja tidak cukup untuk sebuah destinasi. Pariwisata berkelanjutan haruslah dibangun sesuai dengan prinsip keadilan sosial dan pemberdayaan masyarakat lokal untuk meratakan peningkatan perekonomian. Jika prinsip-prinsip ini tidak diberlakukan maka keuntungan dari sektor pariwisata hanya dinikmati oleh beberapa orang dan justru menimbulkan ketimpangan bahkan bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Bagi saya, Hutan Pinus Mangunan mampu menerapkan prinsip pariwisata berkelanjutan yang berbasis komunitas. Namun, perlu adanya kolaborasi secara bersama-sama dan dukungan dari semua pihak terkait. Dengan begitu Hutan Pinus Mangunan dapat berkembang dan benar benar memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat serta sebagai sarana melestarikan budaya dan tradisi setempat.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI