“ Mi, Sombong itu apa sih?” itulah pertanyaan yang keluar dari mulut anak saya yang kecil (5 tahun), saat kami sedang menunggu obat di apotik sebuah RS di Tangerang. Bila pertanyaan itu keluar dari mulut anak saya yang sulung (12 tahun) mungkin saya akan mudah menjawabnya, hanya dengan menjelaskan definisi sombong, yaitu suatu sifat manusia yang menganggap dirinya LEBIH dari orang lain, yang akhirnya membuat orang tersebut meremehkan orang lain, maka anak saya yang sulung tersebut akan mengerti. Nah, karena yang bertanya anak usia 5 tahun, maka membuat saya berpikir sejenak bagaimana menjelaskan sombong itu apa. Akhirnya saya pun menjawab, ‘kalau kita bilang sama teman kita ‘aku hebat, aku pintar, kamu bodoh’, itu namanya sombong. Percakapan mengenai sombong pun tidak berhenti sampai disitu, bungsu saya pun melanjutkan “ kita gak boleh sombong ya Mi?”, kali ini saya dapat menjawab dengan mudah, iya, kita gak boleh sombong, kalau kita sombong, nanti temen-temen gak suka bermain sama kita. Mungkin 2 jawaban saya diatas bukanlah jawaban sempurna, tetapi itu cukup dapat membuatnya mengerti dan berkata, ‘ iya, iya... adek ga mau sombong’ Cerita belum berakhir disini, setibanya di rumah, si Adik berlari menemui Kakaknya dan berkata “Ko, kata dokter, telinga gak boleh dibersihin pake cotton bud, nanti kotoronnya bisa masuk ke dalam” Mendengar ucapannya saya hanya bisa tersenyum dan seolah mendapat jawaban atas pertanyaan, mengapa anak saya tiba tiba bertanya sombong itu apa, dari mana ia bisa mendapatkan kata sombong?. Jawabannya, karena anak saya menangkap setiap percakapan/ucapan orang orang yang ada di sekitarnya, meskipun saat mendengar kelihatan diam saja, tapi rupanya ucapan tersebut di rekam di kepalanya. Dari kejadian tersebut diatas, ada beberapa pelajaran yang perlu menjadi perhatian kita sebagai orang tua,
- Pola Asuh Anak, untuk orang tua bekerja atau orang tua yang sibuk, tidak bijak bila kita membiarkan anak secara terus menerus di asuh oleh pengasuh/pembantu rumah tangga, sebisa mungkin kita mengambil porsi lebih besar dari pada mereka, artinya ketika kita berada di rumah atau hari libur, manfaatkan untuk bermain bersama mereka, karena anak sebenarnya (terutama balita) lebih senang bermain bersama orang tuanya daripada pengasuhnya. Saya cukup terheran-heran waktu teman saya bilang, bahwa semua anaknya, sejak bayi hingga sekarang (usia anak 5 tahun) tidur bersama pengasuhnya. Padahal kalau pengalaman saya, anak balita terutama bayi membutuhkan pelukan, tepukan, elusan bila terbangun tengah malam, dan itu akan membuat kedekatan si anak dengan ibunya.
- Perhatikan lingkungan sekitar anak, bila terpaksa kita menitipkan anak pada pengasuh, sebaiknya kita benar benar memperhatikan apa yang sering dilakukan sang pengasuh. Kadang sering ditemui, si pengasuh senang sekali nonton sinetron dan si anak pun diajak untuk nonton, sehingga tidak jarang anak akan hafal dengan tokoh-tokoh sinetron dan lebih parah, anak akan mengikuti kata kata yang diucapkan oleh pemain sinetron, yang tidak jarang kata kata tersebut adalah kata kata kasar yang tidak pantas di dengar apalagi diucapkan anak anak. Begitu juga acara tv lainnya, jangan heran anak sekarang lebih senang menyanyikan lagu lagu dewasa termasuk dengan tariannya, karena seringnya melihat acara acara tersebut.
- Tidak terfokus pada perkembangan Kecerdasan Intelektual (IQ), tapi juga pada Kecerdasan Emosional (EQ). Kadang orang tua lebih banyak terfokus pada nilai anak di sekolah dan kemampuan anak mengerjakan soal soal atau tugas yang diberikan di sekolah. Walau tidak dapat di pungkiri, hal tersebut juga sangatlah penting. Tetapi membantu anak, agar mampu menerima, menilai, mengelola serta mengontrol emosi dirinya dan orang orang di sekitarnya. Sehingga pada akhirnya, anak akan memiliki kepribadian yang baik.
sumber gambar disini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI