Mohon tunggu...
Ari Triono
Ari Triono Mohon Tunggu... Founder and CEO Linktara (Literasi Inklusi Nusantara)

Ari Triono adalah penyandang tunanetra, pakar inklusi, sekaligus Founder & CEO Linktara, sebuah startup sosial konsultasi yang fokus pada audit aksesibilitas, pelatihan inklusivitas, dan pengembangan kebijakan inklusif. Berbekal latar belakang sebagai lulusan Master of Disability Policy and Practice dari Flinders University, Australia, Ari aktif terlibat dalam berbagai forum nasional dan internasional untuk mendorong layanan publik dan sektor masyarakat yang lebih inklusif. Melalui Linktara, Ari dan tim telah bekerja sama dengan kementerian, Lembaga, pemerintah daerah, hingga pelaku usaha dalam merancang lingkungan yang bisa diakses dan dinikmati oleh semua orang—tanpa kecuali. Jika Anda ingin mewujudkan ruang yang ramah bagi semua pengunjung, Linktara siap menjadi mitra transformasi Anda. 📩 office@linktara.org 📱 Instagram: @Linktara.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Rakyat antara Harapan Inklusi Disabilitas dan Risiko Kesenjangan Baru

11 Juli 2025   18:00 Diperbarui: 11 Juli 2025   08:22 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi murid dan penyandang disabilitas sedang berada di area Sekolah Rakyat (Sumber: ChatGPT Image)

Oleh: Ari Triono, S.S., MDPP

Pendidikan adalah kunci utama memutus rantai kemiskinan. Itulah yang coba diwujudkan pemerintah melalui program Sekolah Rakyat, sebuah sekolah berasrama gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem yang mulai berjalan tahun ajaran 2025/2026 ini. Program ini juga membuka akses bagi anak-anak penyandang disabilitas dari keluarga kurang mampu, sebuah langkah yang tentu patut diapresiasi.

Namun, sebagai seorang pakar inklusi disabilitas, saya ingin mengajak kita semua melihat lebih dalam: apakah Sekolah Rakyat benar-benar inklusif? Ataukah justru berpotensi menciptakan kesenjangan baru?

Inklusi Disabilitas: Lebih dari Sekadar Kuota

Komisi Nasional Disabilitas (KND  mengusulkan agar Sekolah Rakyat menetapkan kuota minimal 10% untuk siswa disabilitas, dan ini adalah kabar baik. Seleksi mereka juga dilakukan dengan hati-hati agar kebutuhan tiap individu disabilitas bisa dipenuhi. Bahkan, KND terlibat aktif dalam proses ini.

Tapi inklusi bukan hanya soal angka atau fasilitas fisik. Pendidikan inklusif harus memberikan ruang bagi setiap anak untuk belajar dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di sinilah konsep Universal Design for Learning (UDL) sangat penting. UDL mendorong sekolah menyediakan berbagai cara belajar, sehingga semua siswa---dengan atau tanpa disabilitas---bisa mengakses materi dan berpartisipasi secara optimal.

Sayangnya, penerapan UDL dan pelatihan guru yang memadai masih menjadi tantangan besar. Tanpa itu, inklusi hanya jadi kata-kata manis tanpa makna nyata.

Baca juga: Hardiknas Bukan Seremonial Belaka: Pendidikan harus Jadi Ruang Aman, Inklusif, dan Berkeadilan

Risiko Segregasi dalam Sekolah Berasrama Khusus

Sekolah Rakyat berkonsep berasrama dan khusus untuk anak miskin ekstrem. Ini berpotensi memisahkan mereka dari anak-anak lain di sekolah reguler yang lebih heterogen secara sosial dan ekonomi. Alih-alih membangun keberagaman dan integrasi sosial, justru bisa muncul segregasi sosial baru.

Bagi anak-anak disabilitas, ini bisa berarti pengalaman sosial yang makin terbatas dan risiko stigmatisasi yang lebih besar. Pendidikan inklusif sejati harusnya mengajarkan kita untuk hidup bersama, menghargai perbedaan, bukan memisahkan.

Guru Inklusif dan Pencegahan Bullying: Kunci Keberhasilan

Kualitas guru sangat menentukan keberhasilan inklusi. Guru di Sekolah Rakyat harus dilatih untuk memahami kebutuhan beragam siswa, menerapkan UDL, dan menciptakan kelas yang ramah bagi semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun