Gini guys.... jadi Publikasi, Desain, dan Dekorasi (PDD) di kelompok KKN tuh kayak jadi single parent atau ketua kelompok yang harus ngurus anak-anak dengan beragam karakter. Ada yang semangat overdosis, ada yang slow banget kayak siput, dan---yang paling bikin pusing---ada yang eksisnya cuma di medsos. Posting foto pakai baju KKN, captionnya "Dedikasi untuk desa", eh di lapangan malah jarang keliatan.
Awalnya, kita kira jadi PDD cuma urus timeline program, bagi tugas, dan pastiin semuanya berjalan lancar. Ternyata? Nope! Aku juga harus jadi motivator, mediator konflik, bahkan reminder berjalan buat teman-teman yang kayaknya lupa kalo KKN itu bukan liburan pakai tema pedesaan.
Perjuangan PDD: Dari Ngatur Sampai Ngambil Alih
Bayangin, program kerja udah dirancang rapi, timeline jelas, tapi pas eksekusi? "Maaf, aku ada acara keluarga." atau "Aku lagi sibuk urus skripsi, nggak bisa ikut." Padahal, semua juga punya kesibukan, tapi kan kita sepakat komitmen di KKN ini. Akhirnya, yang ngejarkannya siapa? Yap, PDD dan beberapa orang yang concern. Bahkan gen z dengan segala kelelahan mentalnya mikirin gimana caranya bikin semua anggota kontribusi, bukan cuma datang, foto, upload, lalu menghilang.
Ini nih yang bikin gemes. Ada yang story-nya heboh banget: "Sedang membangun desa!", padahal di lapangan cuma nongkrong sambil ngopi. Aku nggak melarang update medsos, tapi jangan sampai itu jadi tujuan utama. KKN itu tentang pengabdian, bukan konten. Tri Dharma Perguruan Tinggi jelas bilang: pengabdian masyarakat itu nomor tiga setelah pendidikan dan penelitian. Bukan "pencitraan masyarakat". Ngaku aja, beberapa kali aku kepikiran buat throw my hands up dan bilang: "Udah, terserah kalian aja deh!". Tapi, setiap lihat wajah warga desa yang antusias dengan program kita, atau senyum anak-anak saat kita bikin kegiatan, rasanya semua lelah paid off. Ini ngingetin aku bahwa KKN memang harus balik ke khittah-nya: hadir untuk masyarakat, bukan untuk feeds Instagram.
KKN yang Ideal: Kolaborasi, Bukan Ego
Akhirnya, pengalaman berbicara dan menyadarkanku satu hal: KKN bakal berat kalau dijalani dengan ego. Butuh kolaborasi, komunikasi, dan kesadaran bahwa kita di sini untuk memberi, bukan hanya ambil foto. Buat teman-teman yang lagi KKN di mana pun, yuk hijrahkan niat dengan berkomunikasi kalau ada kendala, bicara. Jangan diem terus ghosting. Aktif berkolaborasi dimana bagi tugas adil, jangan satu orang doang yang menjalankan dan terakhir refleksi bahwa ingat lagi tujuan KKN---bukan untuk viral, tapi untuk bermanfaat. So, let's get for real. Desa butuh aksi, bukan sekadar aksi di medsos.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI