Menjadi dewasa tidak selalu soal angka usia. Kita sepakat soal ini karena banyak anak muda, terutama yang masih duduk di bangku SMP atau SMA, menunjukkan kedewasaan jauh melebihi teman-teman sebayanya. Kedewasaan mereka biasanya karena keadaan, tapi juga kesadaran dan rasa tanggung jawab.
Kedewasaan remaja bisa dilihat dalam hal-hal sederhana. Misalnya, mampu mengatur emosi, memilih untuk berdiskusi ketimbang marah-marah, atau berpikir sebelum bertindak. Katakan saja jika seorang siswa SMP bisa menerima kritik tanpa merasa diserang, atau siswi SMA yang bisa membagi waktunya antara belajar, membantu orang tua, dan tetap menjaga pergaulan seperti menjaga niat belajar dan tidak berpacaran adalah contoh nyata dari kedewasaan dini.
Ada beberapa ciri khas yang menunjukkan level dewasa, meskipun usianya masih belia. Pertama, bertanggung jawab atas pilihan dan kesalahan sendiri. Alih-alih menyalahkan orang lain kita berpikir ini adalah bentuk kedewasaan mental. Kedua, mampu berpikir jangka panjang. Kita yang mulai memikirkan masa depan, bukan hanya kesenangan sesaat, menunjukkan pola pikir yang mulai matang. Ketiga, empati yang tinggi terhadap orang lain. Mereka yang bisa menempatkan diri di posisi orang lain dan menjaga perasaan orang sekitar, jelas ini next levelnya sipaling dewasa.
Salah satu kebiasaan yang paling umum adalah menunda-nunda waktu belajar. Mereka lebih memilih bermain gadget, menonton, atau rebahan, padahal tugas menumpuk dan ujian sudah dekat. Akibatnya, pembelajaran menjadi terburu-buru, tidak mendalam, dan hanya mengejar nilai.
Selain itu, banyak pelajar hanya belajar karena takut dimarahi guru atau orang tua, bukan karena benar-benar ingin memahami. Ini yang sering kita lihat. Mereka tidak belajar dari kegagalan, dan lebih memilih mencari alasan daripada memperbaiki diri.
Lingkungan sekitar juga punya peran besar dalam proses kedewasaan ini. Kita yang dibesarkan dalam keluarga yang terbuka, penuh kasih, dan penuh tanggung jawab, cenderung lebih cepat belajar tentang hidup. Tapi, tak jarang pula, kedewasaan muncul karena tantangan hidup: kehilangan orang tua, masalah ekonomi, atau konflik keluarga. Dalam kasus ini, mereka terpaksa dewasa lebih cepat, tapi bukan berarti itu hal buruk. Justru, banyak dari mereka yang tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan mandiri karena terbiasa menghadapi pahitnya lebih cepat.
Namun, menjadi dewasa di usia muda juga bisa terasa sepi. Saat orang lain sibuk bermain, tertawa, dan bercanda, mereka yang lebih dewasa sering merasa tidak punya tempat. Mereka berpikir lebih dalam, punya kekhawatiran yang tidak dipahami teman sebaya, dan kadang dianggap "terlalu serius" atau "tidak gaul". Tapi justru di sanalah letak keistimewaannya. Kedewasaan yang tumbuh dari kesadaran diri bukan sesuatu yang bisa dipaksakan atau dipelajari dari buku, melainkan hasil dari perjalanan batin yang unik dan berharga.
Akhirnya, menjadi dewasa di usia muda bukan soal harus siapa lebih kuat atau lebih cepat. Tapi soal bagaimana seseorang mulai memahami dirinya, bertanggung jawab atas hidupnya, dan berusaha menjadi pribadi yang insan kamil yang dicita-citakan agama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI