Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan featured

Jadikan Imlek Momen Memperkuat Kembali Keberagaman

26 Januari 2020   09:24 Diperbarui: 12 Februari 2021   10:27 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: twitter.com/t_sastrowardoyo

Tahun Baru Imlek tahun 2020 yang jatuh pada Sabtu 25 Januari 2020 menjadi momen penting yang menandai dua dekade kembalinya perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia secara terbuka dan meriah. Masyarakat Tionghoa terlihat ramai memenuhi wihara atau kelenteng untuk melakukan ibadah, melakukan saling kunjung antar keluarga dan kerabat seperti layaknya umat Muslim Indonesia merayakan Idul Fitri. Sementara di berbagai tempat ramai dipertunjukkan atribut Tahun Baru Imlek 2571 dan kegiatan seni budaya tradisional seperti barongsai,  

Para pejabat Negara dan Pemerintah pun tidak takut lagi untuk menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru Imlek dan ikut merayakannya. Presiden Joko Widodo misalnya, melalui akun instagram pribadi menampilkan gambar kartun dirinya tengah mengenakan kemeja putih memberikan ucapan selamat Tahun Baru Imlek 2571. Presiden juga menyampaikan doa agar Indonesia semua semakin sejahtera, meraih cita-cita, penuh kedamaian dan semakin maju.

Sementara itu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendatangi Wihara Dharma Bakti dan Dharma Jaya di Petak Sembilan, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Menurut Anies "Tahun Baru Imlek 2571 di Jakarta yang disambut dengan rintik hujan menjadi momen penanda dalam mencuci masa lalu, membersihkan kekurangan, dan membawa kebaikan untuk satu tahun ke depan..."

Sedangkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menghadiri puncak perayaan Tahun Baru Imlek 2571 di Kelenteng Sam Poo Kong, Kota Semarang. Bukan hanya hadir, Ganjar secara spontan menjadi pemain barongsai. Menurut Ganjar, barongsai merupakan salah satu seni budaya dari Tionghoa yang sudah menjadi bagian dari kekayaaan Indonesia yang harus dirawat dan dilestarikan bersama.

Bahkan di Aceh, yang terkesan seram dengan hukum syariah pun, Tahun Baru Imlek dirayakan antara lain dengan makan bersama pada malam tahun baru dan dilanjutkan dengan bersembahyang ke vihara bagi yang beragama Konghucu, sementara yang Kristen ke gereja. Bukan hanya itu, Umat Muslim disana pun ikut serta merayakan tahun baru Imlek dengan antara lain bersilahturahmi ke tetangga dan sebagian meramaikan arak-arakan barongsai,

Kemeriahan seperti tersebut di atas tidak akan ditemui pada masa Orde Baru yang selama 32 tahun melarang perayaan Imlek dan ekspresi budaya Tiongkok di muka umum. Pemerintahan Orde Baru melalui Intruksi Presiden (inpres) No. 14/1967 tentang larangan agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa mengharamkan perayaan tahun baru Imlek diramaikan di depan publik. Pelarangan juga menyangkut pemakaian aksara, lagu-lagu berbahasa Mandarin di ruang publik.

Setelah Orde Baru berakhir pada 1998 dan Presiden Habibie menjadi Presiden ke-3 RI menggantikan Suharto, era keterbukaan dan keberagaman mulai hadir kembali hadir di ruang publik di Indonesia. Presiden Habibie memulainya dengan menerbitkan Inpres No. 26/1998 yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa. Melalui Inpres tersebut, dihentikan penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Ketika Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tampil sebagai Presiden ke-4 RI menggantikan Habibie pada 1999, beliau pun mendesak 'penduduk pribumi' Indonesia untuk menyatu dengan etnis Tionghoa. Bukan hanya itu, Gus Dur kemudian menganulir Inpres No. 14/1967 dengan menerbitkan Inpres No. 6/2000 tanggal 17 Januari 2000 yang memungkinkan  komunitas Tionghoa bebas kembali menjalankan kepercayaan dan budayanya.

Inpres No.6/2000 tersebut disambut hangat oleh masyarakat Tionghoa dengan merayakan peringatan tahun baru Imlek 2000 dengan cukup megah di kompleks Museum Fatahillah Jakarta. Setahun kemudian, dengan Keppres No. 19/2001 Gus Dur meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif, yang kemudian dijadikan hari libur Nasional oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.

Kembalinya perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia pada 20 tahun yang lalu dan menjadi hari libur Nasional tentu saja menjadi momen penting untuk secara terus menerus bisa memperkuat kembali keyakinan akan pentingnya keberagaman dan toleransi antar sesama anak bangsa di Indonesia. Karena harus diakui bahwa keberagaman sebenarnya bukan sekadar kekayaan nasional, namun sudah merupakan ruh bagi bangsa ini.

Untuk itu, perayaan Tahun Baru Imlek 2571, seperti juga perayaan pada tahun-tahun sebelumnya, kiranya bukan sekedar perayaan rutinitas dan hanya menjadi perayaan bagi masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa, namun kiranya juga menjadi perayaan yang memiliki makna khusus dan dirayakan oleh seluruh elemen bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun