Mohon tunggu...
CLAMOR VERITATIS
CLAMOR VERITATIS Mohon Tunggu... PEKIKAN KEBENARAN

Penulis yang percaya bahwa diam adalah kemewahan yang tak bisa selalu dipilih. Disini, saya menulis untuk meneriakkan kebenaran.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Inkracht Tanpa Eksekusi: Ketika Jaksa Lalai Menjalankan Amanat KUHAP

17 Agustus 2025   07:00 Diperbarui: 16 Agustus 2025   21:11 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkara Silfester Matutina telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak tahun 2019. Namun, hingga kini (2025) eksekusi belum juga dilakukan. Pernyataan pejabat Kejaksaan, Anang Supriatna (saat itu Kajari Jakarta Selatan, kini Kapuspenkum Kejagung RI), menyebutkan bahwa: 

"Pada saat itu sempat hilang dan keburu Covid-19, jangankan memasukkan orang, yang di dalam saja dikeluarkan."

Pernyataan tersebut perlu dianalisis dari perspektif hukum acara pidana:

Alasan Hilang : jika benar terpidana hilang, jaksa seharusnya menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) dan berkoordinasi dengan kepolisian. Jika keberadaan diketahui namun tidak ditangkap, maka terdapat kelalaian.

Alasan Pandemi Covid 19 : alasan ini tidak sah secara hukum. Pandemi hanya mengubah tata cara teknis, bukan membatalkan kewajiban eksekusi. Terpidana bisa tetap dieksekusi dengan isolasi di lapas atau rumah sakit rujukan.

Dengan demikian, pernyataan "jangankan memasukkan orang, yang di dalam saja dikeluarkan" merupakan alasan administratif, bukan alasan yuridis. 

Analisis Hukum

  • Normatif : KUHAP dan UU Kejaksaan tidak mengenal alasan pandemi sebagai penghapus kewajiban eksekusi. 
  • Praktis : tidak dieksekusinya putusan inkracht sejak 2019 hingga 2025 menciptakan ketidakpastian hukum. Hal ini dapat dikategorikan sebagai maladministrasi menurut UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman.
  • Pertanggungjawaban Institusional : eksekusi adalah kewenangan institusi kejaksaan. Penundaan tanpa dasar hukum sah dapat dipandang sebagai penyalahgunaan kewenangan.

Kasus Silfester Matutina menunjukkan lemahnya konsistensi penegakan hukum. Alasan yang dikemukakan pejabat Kejaksaan hilangnya terpidana dan pandemi Covid 19 tidak dapat dibenarkan secara yuridis sebagai dasar penundaan eksekusi putusan inkracht.

  • Dasar hukum positif (KUHAP, UU Kejaksaan, UU Pemasyarakatan) mewajibkan jaksa untuk segera mengeksekusi. 
  • Aturan khusus masa pandemi (Keppres, PP, SE Jaksa Agung, Kepmenkumham, SE Ditjen PAS) hanya mengatur teknis, bukan penghapusan kewajiban. 
  • Keterlambatan eksekusi hingga 6 tahun dapat dinilai sebagai pelanggaran asas kepastian hukum dan berpotensi merupakan maladministrasi. 

Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran penting agar ke depan, pandemi atau kondisi darurat sekalipun tidak boleh dijadikan dalih untuk mengabaikan kewajiban eksekusi putusan pengadilan. 

Referensi:

  • Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 
  • Pasal 270 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 
  • Pasal 30 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021. 
  • Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan jo. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022. 
  • Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19. 
  • Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang Antisipasi Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Kejaksaan RI. 
  • Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana melalui Asimilasi dan Integrasi. 
  • Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Tahun 2020 tentang Tata Cara Penerimaan Tahanan dan Narapidana Baru pada Masa Pandemi Covid-19. 
  • Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.  

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun