Mohon tunggu...
Ariqah Nur Faizah
Ariqah Nur Faizah Mohon Tunggu... Administrasi Publik

2019120037

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Evaluasi Penggunaan Program Bantuan Biaya Pendidikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) di Provinsi DKI Jakarta

11 Juli 2021   16:04 Diperbarui: 26 Juli 2021   21:03 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto kartu kjp

Pendidikan merupakan peranan penting dalam peningkatan kehidupan seseorang. Karena dengan pendidikan seseorang dapat memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, dan norma atau nilai serta aspek lainnya, sehingga tercipta masyarakat yang cerdas dan mandiri yang merupakan investasi besar dalam menunjang pembangunan bangsa seutuhnya. Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih belum dapat menjangkau seluruh penduduknya, karena masih banyak masyarakat yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan. Salah satu penyebab belum meratanya pendidikan di Indonesia adalah faktor kemiskinan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengemban tugas untuk melaksanakan pembangunan di bidang pendidikan yang multi karakteristik, terutama besarnya populasi penduduk dan banyaknya masyarakat kurang mampu di wilayah perkotaan. 

Grafik angka kemiskinan yang ada di DKI Jakarta pada tahun 2021 menurut website https://jakarta.bps.go.id
Grafik angka kemiskinan yang ada di DKI Jakarta pada tahun 2021 menurut website https://jakarta.bps.go.id

Kartu Jakarta Pintar (KJP) pertama kali diluncurkan pada 2012 oleh Joko Widodo ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kini program tersebut dilanjutkan oleh wakilnya, yang naik pangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Program ini dilanjutkan oleh pemimpin ibukota periode selanjutnya yaitu Anies Baswedan. Kartu Jakarta Pintar (KJP) adalah program strategis untuk memberikan akses bagi warga DKI Jakarta dari kalangan masyarakat tidak mampu untuk mengenyam pendidikan minimal sampai dengan tamat SMA/SMK dengan dibiayai penuh dari dana APBD Provinsi DKI Jakarta. Selain  KJP, pada jenjang perkuliahan juga terdapat KJMU (Kartu Jakarta Mahasiswa Unggulan). Keadaan KJP sangatlah berarti bagi peserta didik dari keluarga yang tidak mampu secara khusus di DKI Jakarta karena posisinya sebagai bagian dari usaha Pemprov DKI dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan di selenggarakannya program KJP diharapkan dapat memutus rantai putus sekolah serta kemiskinan di ibukota. Program KJP juga di tujukkan untuk memenuhi biaya personal peserta didik bagi masyarakat tidak mampu dan anak terlantar, namun nyatanya masih banyak anak terlantar yang tidak bersekolah di Jakarta bahkan anak yang tergolong tidak mampu pun tidak mendapatkan dana bantuan KJP tersebut. 

Dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.174 tahun 2015 pasal 4 bab 5 disebutkan bahwa sasaran penerima KJP adalah peserta didik dari keluarga tidak mampu atau miskin yang berdomisili dan bersekolah di daerah DKI Jakarta. Peserta didik dari keluarga tidak mampu merupakan peserta didik yang tercatat dalam Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS). Keluarga tidak mampu adalah rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40% terendah di Indonesia, selain hal tersebut keluarga tidak mampu pada Bab Ketentuan Umum Pergub Nomor 174 tahun 2015 dijelaskan pula bahwa keluarga miskin yang dimaksud disini adalah keluarga sangat miskin, hampir miskin dan rentan miskin. 

Untuk mendapatkan fasilitas KJP ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat DKI Jakarta, persyaratan untuk mendapatkan KJP tersebut adalah siswa yang berusia 7 sampai 18 tahun berdasarkan data PPLS dari BPS, terdaftar sebagai peserta didik di DKI Jakarta, memiliki Nomor Induk Siswa Nasioanal (NISN) atau Nomor Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau surat pernyataan tidak mampu yang diketahui oleh RT/RW, persyaratan harus dipenuhi semuanya untuk mendapatkan KJP itu sendiri. Selain syarat tersebut ada beberapa syarat tambahan agar mendapatkan KJP, diantaranya adalah:

  1. Peserta didik merupakan siswa yang tidak pernah terlibat tawuran
  2. Peserta didik merupakan siswa dengan daya beli seragam, tas, sepatu yang rendah.
  3. Peserta didik merupakan siswa dengan daya beli buku rendah.
  4. Peserta didik adalah bukan perokok.
  5. Peserta didik menggunakan transportasi umum atau tidak memiliki motor.
  6. Peserta didik tidak pernah membolos sekolah.
  7. Peserta didik merupakan siswa yang tidak pernah terlibat mencotek massal.
  8. Peserta didik bukan pengguna narkotika.

Pada periode Anies-Sandi, kebijakan dan namanya sedikit berubah. Program KJP diupgrade menjadi KJP Plus, dengan KJP Plus masyarakat tidak hanya akan mendapat bantuan nontunai tapi juga bantuan berupa uang tunai. Namun, permasalahan yang timbul adalah ketika adanya bantuan uang tunai tersebut dari KJP banyak masyarakat yang menyalahgunakan uang tersebut untuk berbelanja yang tidak ada kaitannya dengan dunia pendidikan. KJP Plus juga dinilai bebas digunakan untuk membeli apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat kurang mampu seperti keperluan dapur, alat kecantikan dan pakaian sehari-hari, bahkan banyak kios-kios yang menawarkan pembayaran dengan KJP Plus.

Dari permasalahan yang kita bahas yaitu adanya penyelewengan penggunaan KJP Plus oleh oknum-oknum atau masyarakat yang menggunakan KJP Plus untuk keperluan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kegiatan pembelajaran maupun sekolah. Sehingga kesimpulannya adalah perilaku individu tidak mengikuti peraturan yang telah dibuat oleh institusi tersebut dan justru menyelewengkan peraturan dengan keputusannya sendiri. Para individu ini melihat peraturan untuk membeli keperluan sekolah dengan uang dari program KJP Plus memiliki sebuah kelemahan sehingga membuat para individu bisa memutuskan sebuah pilihan di mana pilihan tersebut mengarahkan individu untuk tidak mengikuti peraturan yang ada dan memilih untuk menguntungkan dirinya sendiri. Kelemahan yang terdapat dari peraturan tersebut adalah kurangnya pengawasan dari pihak pemberi KJP Plus serta adanya pemberian uang tunai kepada masyarakat penerima KJP Plus. Tidak adanya pengawasan dari pihak pemerintah membuat masyarakat bisa leluasa untuk menggunakan KJP Plus sesuai keinginan mereka.

Terdapat beberapa perbandingan sistem KJP dengan KJP Plus, terlihat dalam proses pengecekan data secara langsung ke lapangan. Pada sistem KJP sebelumnya, belum adanya penyeleksian ketat terhadap siswa-siswa yang mendaftar KJP dan hanya berdasarkan kesadaran diri dari setiap individu saja untuk melakukan pengajuan kepemilikan KJP. Hal ini menyebabkan penerima KJP tidak tepat sasaran, karena banyaknya penerima yang sebenarnya termasuk dalam keluarga yang mampu. Akan tetapi dalam KJP Plus ini pemerintah dinilai lebih selektif dalam melakukan penilaian terhadap calon penerima seperti terjun langsung ke lapangan dan adanya proses pengecekan Kartu Keluarga (KK) yang melibatkan Samsat setempat. Selain itu juga pemerintah melibatkan sekolah untuk memantau pembelian barang dari penerima KJP Plus. 

Dalam pengupayaan update data untuk penerima KJP Plus, banyak ditemukan peserta didik yang ternyata berasal dari keluarga menengah atas. Terlihat dari kepemilikan kendaraan pribadi seperti motor dan mobil yang lebih dari satu. Tentunya dengan adanya bukti tersebut dapat dikatakan pelaksanaan KJP terdahulu tidak tepat sasaran. Berbeda dengan KJP Plus di era Anies yang menggunakan metode pengecekan kendaraan pribadi calon penerima KJP Plus melalui Samsat setempat sehingga dapat terdeteksi jumlah kendaraan pribadi calon penerima KJP Plus. Dapat dikatakan bahwa permasalahan yang terjadi pada KJP Plus ini adalah masih ditemukannya beberapa orang tua murid yang menyalahgunakan KJP Plus untuk membeli barang di luar ketentuan. Tentunya hal tersebut menjadi tantangan implementasi kebijakan KJP Plus yang baru saja berjalan di tahun 2019.

Kesimpulannya yaitu, pengelolaan program KJP masih kurang efektif, hal tersebut dikarenakan banyaknya siswa penerima dana KJP menyalahgunakan dana KJP untuk keperluan rumah tangga oleh orang tua siswa dan masih banyak penerima dana KJP yang tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mengenani program lanjutan KJP, yakni KJP Plus juga ternyata ada oknum-oknum yang menggunakan bantuan tersebut untuk membeli hal-hal di luar ketentuan seperti barang-barang mewah dan barang-barang yang tidak berhubungan dengan peningkatan pembelajaran siswa. Walaupun program KJP Plus ini memiliki peningkatan dalam pengawasan serta memberi sanksi terhadap para pelanggar, penggunaan bantuan ini tetapi secara realita masih ada saja oknum yang melakukan pelanggaran tersebut. Dalam analisis dan hasil penelitian ini juga dijelaskan bahwa penargetan KJP Plus tidak secara sempurna tertuju kepada siswa yang membutuhkan, masih ada pengguna KJP Plus yang memiliki kecukupan ekonomi bahkan mampu untuk memiliki sebuah kendaraan lebih dari satu. Di sini menandakan bahwa proses seleksi untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan KJP Plus masih kurang baik.

Semoga program ini bisa berlanjut menjadi lebih tertata dan sempurna apabila beberapa aspek ditingkatkan lagi seperti selektifnya pemilihan siswa yang sesuai dengan ekonomi keluarga tersebut, harus adanya pengecekan sebelum memberikan KJP Plus tersebut kepada siswanya. Pemerintah dan sekolah di sini sebenarnya dalam menangani hal ini sudah sangat baik terutama dalam hal pengawasan dari pengecekan ke rumah siswa sampai pengecekan struk belanjaan. Yang menjadi masalah adalah masyarakatnya yang kurang memiliki kesadaran, dari ketidakjujuran untuk mengisi formulir sampai membeli barang yang tidak sesuai. Kesadaran ini akan muncul jika disosialisasikan dengan baik oleh pemerintah kepada masyarakat serta memperkuat sanksi yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun