Mohon tunggu...
Ari Prasetyo
Ari Prasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Apa Iya?? #PercumaLaporPolisi (Full Version) I Mata Najwa

12 September 2022   22:44 Diperbarui: 12 September 2022   22:47 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source : https://www.liputan6.com/

Berdasarkan channel youtube narasi News Room Mata Najwa  yang berjudul  "Apa Iya #PercumaLaporPolisi (Full Version)" telah mengupas dan membahas lebih dalam mengenai penanganan kasus-kasus pihak kepolisian dan masih dianggap kurang tuntasnya dalam penyelidikan, penyidikan, serta  penetapan tersangka kekerasan aparat dalam menyelesaikan kasus di dalam maupun di luar ruangan, serta sistem penegakan hukum yang runcing ke bawah dan tumpul keatas.

Beberapa hal itulah yang menyebabkan maraknya tagar #PercumaLaporPolisi di media sosial sebagai reaksi masyarakat untuk menuntut keadilan di negeri ini karena sejatinya negara ini adalah negara hukum yang tentunya menjunjung tinggi keadilan. Dalam sesi ini Mata Najwa menghadirkan 3 kasus viral untuk diperjelaskan kepada publik bagaimana kronologi kasus yang sebenarnya terjadi dari masing-masing kasus melalui metode wawancara langsung pada korban.

Kasus pertama yang dibahas adalah kasus dugaan kekerasan ayah yang memperkosa tiga anak di Luhu Timur. Dimana pandangan masyarakat terhadap kasus ini kepolisian polres Luhu Timur tidak memiliki perspektif perlindungan korban dan tidak profesional dalam melaksanakan pengusutan terhadap kasus yang ditangani. Mulai dari pemeriksaan anak yang dilakukan tanpa didampingi oleh orang tua atau pendamping sosial yang lain, karena hanya ada polisi dan anak saja pada saat proses pemeriksaan dilakukan. Hal ini tentunya menjadikan fakta-fakta dalam berita acara tidak dapat terungkap secara jelas. Sebelum viralnya kasus ini di media sosial, polres Luhu Timur terkesan terlalu awal memutuskan untuk menghentikan proses pengusutan perkara karena tidak ada hubungan janggal dari anak dengan ayah. Keputusan ini dianggap kurang tepat karena pihak assesment tidak memiliki kapasitas dalam menilai kasus tersebut.

Padahal dalam penyidikan, anak yang menjadi korban telah menjelaskan bahwa benar adanya kekerasan yang dialami olehnya. Selain itu, juga ada fakta lain yang menjelaskan bahwa Ibu korban sudah menyerahkan bukti fisik berupa celana dalam, legging, maupun foto-foto pendukung bahwa korban mengalami kekerasan tersebut. Namun, pernyataan dan bukti yang telah nyata adanya ini diabaikan oleh pihak kepolisian, justru pihak kepolisian menetapkan untuk menghentikan penyidikan perkara. Belum sampai disini, anehnya pihak kepolisian justru melakukan pemeriksaan pada Ibu korban terkait dengan kondisi kejiwaan, yang mana ini menjadi bentuk serangan agar Ibu korban dianggap tidak dipercaya terhadap kasus yang ditimpa oleh anaknya.

Kasus kedua yang diangkat yaitu kasus penganiayaan pedagang sayur di Medan yang justru menetapkan korban penganiayaan sebagai tersangka. Ibu Gea (korban) menjelaskan bahwa saat di pasar gambil datanglah preman yang meminta uang Rp500.000,- , lalu preman ini melakukan tindakan kekerasan dengan menghancurkan dagangan milik Ibu Gea. Bentuk kekerasan yang dilakukan preman tersebut kepada Ibu Gea, antara lain memukul, menendang, dan memijak dagangan Ibu Gea, serta melakukan kekerasan juga pada anaknya.

Setelah kejadian yang terjadi saat itu Ibu Gea dirawat selama 2 hari. Beberapa luka-luka yang dialami Ibu Gea mulai dari kepala, wajah, lutut, punggung kaki, tangan, dan lain sebagainya. Dari kejadian yang dialaminya Ibu Gea pun melapor ke pihak kepolisian setempat dengan memberikan keterangan, bukti fisik, serta video. Kejanggalan mulai muncul saat pihak polisi mengenali preman yang ada di video secara langsung dengan ada dugaan pungli.

Akan tetapi, keputusan yang disampaikan pihak kepolisian tersebut menetapkan bahwa Ibu Gea justru ditetapkan sebagai tersangka dari musibah yang dialaminya. Padahal Ibu Gea tidak melakukan tindakan kekerasan apapun, baik itu pemukulan atau perlawanan pada preman pasar tersebut. Alasan dan keputusan yang terkesan tidak jelas dari pihak kepolisian inilah yang membuat masyarakat merasa mulai tidak percaya dan terheran-heran terhadap pihak kepolisian.

Kondisi ini, menjadikan Ibu Gea yang menjadi korban tidak bisa berdagang, yang menjadi aktivitas kesehariannya sampai seminggu lebih dan hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari melalui bantuan yang diberikan oleh para relawan. Ibu Gea pun yang menjadi korban berharap agar pihak kepolisian segera menghapuskan penetapan dirinya sebagai tersangka dan meminta pihak kepolisian agar mengusut tuntas kasus yang menerima dirinya sehingga para preman mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan.

Kasus ketiga yang diangkat adalah kasus Ernawati yang dua tahun mencari keadilan setelah kakaknya meninggal setelah ditangkap polisi. Hingga saat ini pun kasus ini masih abu-abu (masih belum ada titik terang yang pasti) dari kepolisian atas kematian kakaknya. Ernawati menjelaskan bahwa saat kakaknya ditangkap oleh polisi, terdapat sanksi  yaitu rekannya sendiri yang melihat bahwa, korban mengalami tindakan kekerasan, yaitu berupa pencekikan dan rambutnya dijambak. Terdapat beberapa luka yang ditemukan pada tubuh kakaknya pada saat meninggal, antara lain bekas benjolan di muka, lutut, tangan, dan bagian tubuh lainnya. Saat itu Ernawati tidak diperkenankan untuk melihat jasad kakanya serta tidak diberikan pakaian terakhir yang dikenakan oleh kakaknya.

Kasus ini menjadi semakin janggal karena ada beberapa pihak yang menawarkan uang sebagai upaya adanya perdamaian. Dari sini, Ernawati merasa adanya penyembunyian dari kasus ini, antara Rumah Sakit Bhayangkara dan Polda Sulsel yang dianggap telah melakukan kerjasama. Dimana hasil visum dari korban tidak dibuka dan disampaikan secara langsung ke Ernawati ataupun ke masyarakat secara umum. Proses pencarian keadilan ini membuat Ernawati berhutang demi membiayai proses untuk mendapatkan fakta agar kematian kakaknya dapat terbongkar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun