Gambaran mudahnya, biaya sekolah sebulan di Saudi bisa dipakai untuk sekolah setahun di negeri sendiri.
Mengenai buku, kami harus membeli di toko buku yang ditunjuk. Kami pernah mencoba berkeliling ke toko-toko buku lain di Riyadh, tak satupun dari sekitar 10 buku dalam daftar yang diberikan sekolah, tersedia. Ada satu buku, sampul tebal (hard cover), layaknya 'text book' untuk pegangan mahasiswa, harganya mendekati dua juta rupiah
Keluhan kami tak berhenti disini.Â
Sewaktu saya ke toko buku yang ditunjuk itu, ternyata tak semua buku tersedia. Dari 11 buku hanya ada tujuh.
Untuk mendapatkan sisanya saya harus bolak-balik ke toko itu seminggu sekali sampai empat kali.
Artinya, satu-satunya toko buku yang ditunjuk ternyata tidak siap memenuhi permintaan. Kemungkinan lain, harga yang mahal itu bisa jadi karena adanya praktik monopoli pengadaan buku.
Teorinya, dengan membeli buku di tempat 'resmi' itu, setelah menunjukkan kwitansi bukti pembelian buku, kami akan mendapat 'user name' dan 'password' untuk mengakses buku-buku pelajaran yang lain dan soal-soal latihan.
Kenyataannya, sampai saat kenaikan klas 'user name' dan 'password' itu tak pernah diberikan.
Tuition fee memang diganti oleh universitas tempat saya bekerja, tapi uang buku dan langganan bus jemputan tidak. Dan cara menetapkan harga layanan bus itu pun tergolong tidak lazim.
Untuk layanan sekali jalan, dari rumah ke sekolah atau dari sekolah ke rumah saja, SAR 3.000 per tahun. Sedangkan layanan pergi-pulang SAR 3,600 per tahun. Seolah-olah orangtua dipaksa melanggan bus sekolah pergi-pulang, meskipun mungkin yang diperlukan hanya sekali jalan.
Cerita tentang mahalnya biaya sekolah masih berlanjut. Beberapa waktu yang lalu ada promosi kegiatan ekstra kurikuler berupa latihan sepak bola, berenang, dan lain-lain. Tadinya saya kira gratis, karena sudah termasuk dalam 'tuition fee' yang kami bayar. Ternyata tidak.