Mohon tunggu...
Dimas Wibisono
Dimas Wibisono Mohon Tunggu... Guru - Akademisi di salah satu universitas di Riyadh, Arab Saudi

Lahir, membesar dan sekolah di Yogyakarta. Sampai kini masih belajar sambil mengajar di lingkungan pendidikan tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Serba-serbi Negeri Saudi

26 Agustus 2019   01:44 Diperbarui: 26 Agustus 2019   03:07 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengalaman sebelumnya, biasanya yang diperiksa hanya yang bekerja saja, sedangkan isteri dan anak tidak perlu. Cerita dokter yang melakukan pemeriksaan, Kedubes Saudi biasanya sangat ketat, ada cacat sedikit saja langsung ditolak. Beruntung kami semua (plus isteri dan anak) sehat dan lolos.

Persyaratan untuk mengurus visa sudah lengkap, pergilah saya ke Kedubes Saudi di KL. Malangnya, ternyata 'calling visa' atas nama saya salah alamat. Dari Kementerian Luar Negeri Saudi di Riyadh seharusnya dikirim ke Kedubes Saudi di KL (tempat kerja terakhir), tapi nyasar ke Jakarta (karena saya warga negara Indonesia).

Ada 2 pilihan bagi saya: ke Jakarta untuk mengurus visa disana (konsekwensinya hasil pemeriksaan kesehatan di Malaysia tidak berlaku, harus diulang dari awal, mahal dan ada kemungkinan kurang fit karena sudah kecapekan), atau minta 'employer' untuk 'switch calling visa' dari Jakarta ke KL (prosesnya perlu waktu yang tidak bisa diperkirakan, karena birokrasi di Saudi biasanya lambat).

Saya memilih cara kedua meskipun harus menunggu tanpa kepastian kapan selesai. Sementara itu, seharusnya saya bisa datang di Saudi sebelum masa perkuliahan dimulai, sehingga ada cukup waktu untuk mempersiapkan diri sebelum mulai mengajar. Akibat kasus calling visa salah alamat ini, keberangkatan saya mundur hampir 2 bulan, perkuliahan sudah berjalan 7 minggu. Apa boleh buat.

Harus Berbekal Cukup
Akhirnya, setelah melalui perjuangan berliku, visa Saudi sudah ditangan. Tinggal mempersiapkan keberangkatan pada hari yang sudah kami tentukan. Ternyata, kerumitan tidak berhenti disini. Menurut penjelasan Atase Pendidikan Saudi di KL, agen yang ditunjuk untuk mengurus tiket kami ke Saudi sedang ada masalah, sehingga kami terpaksa harus membeli sendiri tiket penerbangan KL-Riyadh menggunakan maskapai Saudia.

Dibandingkan dengan maskapai lain (Emirates, Etihad, Oman Air), tiket Saudi termasuk mahal. Tapi kalau kami menggunakan maskapai lain, biaya tiket tidak akan diganti. Jadilah kami terbang ke Riyadh dengan Saudia pada akhir Oktober 2017.

Dokumen yang saya siapkan sudah lengkap sesuai dengan permintaan fakultas tempat saya akan bekerja nanti. Hal ini berdasarkan bukti komunikasi e-mail sebelumnya dengan Sekretaris Jurusan. Apa mau dikata, ternyata ada beberapa dokumen tambahan yang diminta oleh pihak universitas. Sebetulnya, menjadi kewajiban pihak fakultas dan universitas untuk bersama-sama menyelesaikan.

Tapi yang terjadi adalah saya yang dituntut untuk melengkapkan kekurangan itu. Saya harus mondar antara kantor administrasi universitas dengan fakultas, semua dokumen dalam bahasa dan tulisan Arab, sedangkan saya sama sekali tidak faham bahasa Arab, lebih-lebih lagi staff yang mengurusi pekerja asing (expatriate) pun kebanyakan tidak mengerti bahasa Inggris. Kalau tidak dibantu teman-teman sesama expatriate yang sudah ada lebih dulu, mungkin saya akan 'stress'.

Ada satu dokumen penting, yang harus disiapkan selagi saya masih di Malaysia, tetapi baru diminta setelah saya tiba di Riyadh. Untung saya masih punya teman di Malaysia, yang saya bisa minta tolong untuk mengurusnya, meskipun dengan amat sangat sungkan. Karena kasus ini saya terlambat untuk mendapatkan iqama (KTP di Saudi) sampai 5 bulan.

Rentetan akibatnya: gaji tidak bisa dibayar, anak tidak bisa mulai sekolah, kami sekeluarga tidak bisa pergi kemana-mana, karena 'entry visa' yang hanya berlaku 90 hari sudah habis. Keinginan untuk pergi umrah pun sirna seketika.

Kami tidak pernah membayangkan sebelumnya, harus bertahan hidup tanpa gaji sama sekali, jauh di negeri orang, sampai 5 bulan. Beruntung saya masih punya tabungan cukup di Indonesia, yang bisa diambil melalui ATM di Saudi. Itupun saya harus mencoba beberapa ATM dari bank yang berbeda, karena tidak semua ATM, dan tidak semua bank, bisa melayani pengambilan uang dari bank asing (international withdrawal). Sejauh ini saya hanya bisa mengambil uang dari tabungan di BNI atau Bank Mandiri melalui ATM Bank Samba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun