Mohon tunggu...
Arin Fatmawati
Arin Fatmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis di waktu senggang dan ketika jengah dengan kenyataan. Memfokuskan diri pada isu lingkungan, bahasa, dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Artikel Utama

Problematika Bahan Bakar Fosil di Indonesia

1 Desember 2022   22:00 Diperbarui: 7 Desember 2022   21:07 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Problematika Bahan Bakar Fosil Indonesia (Pixabay)

Dengan begitu banyaknya Proyek Strategis Nasional termasuk di antaranya pembangunan Kilang Minyak Bontang dan Ekspansi Kilang Minyak Tuban, pembatasan pembangunan PLTU baru tidaklah sepenuhnya efektif menekan ketergantungan Indonesia terhadap batu bara di tengah desakan transisi menuju EBT.

Lantas, apa yang membuat masyarakat Indonesia masih tak dapat lepas dari bahan bakar fosil?

Ada sejumlah faktor fundamental yang mendorong ketergantungan ini dan salah satunya yaitu tata kelola ruang di Indonesia yang secara umum memaksa masyarakat melakukan mobilisasi yang tinggi. 

Fasilitas publik, terutama di sektor kesehatan dan ekonomi, yang belum memadai di tingkat RT/RW mengharuskan orang bepergian jauh dan secara tidak langsung meningkatkan kebutuhan mereka terhadap bahan bakar untuk alat transportasi yang digunakannya. 

Transportasi umum yang dikelola pemerintah pun belum menjadi pilihan utama karena efektivitasnya yang masih kalah dari transportasi pribadi dan online, sehingga, menurut Widayanti et al (2014), diperlukan perbaikan pelayanan dan integrasi dengan fasilitas vital lainnya agar transportasi umum dimanfaatkan secara maksimal. 

Selain itu, Indonesia yang saat ini memiliki energy trilemma (energy security, energy equity, enviromental sustainability) semakin menegaskan perlunya tata kelola ruang yang disesuaikan dengan realita iklim.

Indonesia dituntut memenuhi kebutuhan energi dan pada saat bersamaan juga harus menurunkan emisi serta mempunyai kedaulatan energi.

Dalam keadaan ini, menurut Guru Besar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pembangunan Kebijakan (SAPPK) Prof. Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, Ph.D dalam webinar berjudul "Dermaga'90 (Diskusi Bersama GEA ITB) pada September 2022 mengatakan, "Pemerintah harus mampu menerapkan kebijakan penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi, jangan sampai kita didikte dengan kepentingan asing yang membuat kita terjebak dalam permasalahan keuangan".

Faktor lain yaitu besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri bahan bakar fosil.

Menurut data yang dirilis dalam Booklet Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, industri batu bara menyediakan lapangan pekerjaan bagi 150.000 tenaga kerja pada tahun 2019, yang 0,1% dari angka tersebut adalah tenaga kerja asing.

Maka, selama pemerintah belum mampu mengimbangi penyediaan lapangan pekerjaan pengganti, transisi EBT akan selalu dibayang-bayangi oleh PHK, peningkatan angka pengangguran, dan kemiskinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun