Jumat Agung. Bukan hanya sebuah pengorbanan, kesetiaan menjadi inti perayaan Jumat Agung. Pengorbanan menjawab relasi manusia dengan manusia, dan kesetiaan menjawab relasi dengan Sang Pencipta.
Perayaan Jumat Agung sungguh merupakan perayaan yang penting dalam rangkaian ibadat umat Katolik. Perayaan ini bukan sekadar mengingatkan akan sebuah pengorbanan yang telah diberikan Yesus untuk manusia, tetapi juga menandai bagaimana Yesus setia kepada Bapanya. Yesus bukan hanya menjawab hubungannya dengan manusia, tetapi setia atas rencana-rencana Allah.
Pengorbanan
Peristiwa penyaliban Yesus yang dirayakan saat Jumat Agung bukan hanya mengingatkan akan pengorbanan dan kasih sayang Kristus, tetapi juga memberikan makna betapa pentingnya pengampunan, pengorbankan diri, dan keimanan.
Maka, dalam peristiwa Perayaan Jumat Agung selalu ditandai dengan kesetiaan untuk mengikuti pengorbanan dan penderitaan Kristus. Umat Katolik akan merenungkan seluruh peristiwa derita ini dalam bentuk Puasa Jumat Agung. Puasa dalam bentuk makan kenyang sekali dalam sehari, atau berpantang atas makanan tertentu adalah gambaran nyata peristiwa penyaliban.
Penderitaan yang dialami bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi untuk umat manusia. Puasa bukan sebagai bentuk menyiksa diri, tetapi puasa dimaknai sebagai memberikan kesempatan kepada roh untuk menghidupi badan. Manusia selayaknya memberikan kesempatan untuk roh-roh kebaikan bekerja.
Jumat Agung yang jatuh pada hari Jumat sebelum Paskah juga dianggap sebagai peringatan akan penderitaan, kematian, dan pengorbanan demi keselamatan manusia. Maka, dalam ibadah Jumat Agung selalu ditandai suasana hening dan penuh kesedihan. Lagu-lagu tanpa musik, nyanyian-nyanyian kesenyapan, suasana hening tercipta dalam tiga rangkaian ibadat; ibadat sabda, penghormatan salib dan ekaristi.
Di banyak negara, sebelum pelaksanana ibadat Jumat Agung, selalu ditandai dengan jalan salib atau tradisi yang memperlihatkan drama panggung atau prosesi di jalanan yang menampilkan bagaimana Yesus ditangkap, diadili, disiksa, dan disalibkan, yang disebut dengan Tablo.
Jumat Agung di Stasi Yohanes Paulus II