Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kanisian Nyantri - Bagian 3: Menjadi Sahabat, Menyatukan Asa

28 Oktober 2022   06:27 Diperbarui: 28 Oktober 2022   06:32 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersiap berwisata ke Cipanas, Galunggung (Dok. Pribadi)

Pengalaman konkret berelasi dengan masyarakat yang beragam perlu dialami langsung oleh kaum muda agar pesan persatuan dapat dirasakan langsung oleh mereka. Jejak-jejak rasa hanya bisa ada jika mereka bersua.

Kanisian "nyantri" hari ke-3. Bangun pagi dalam suasana melelahkan. Cerita tentang kegembiraan masih begitu lekat. Bangun pagi-pagi buta untuk merencanakan diri di hari nan penuh arti. Masing-masing seperti masih terbawa mimpi. Begitu sulit untuk membuka mata, apalagi beranjak dari tempat melepaskan lelah. Padahal, pagi itu, Santri-Kanisian harus bangun lebih pagi. Ada pengumuman semalam memang Santri-Kanisian mempersiapkan untuk pergi pagi-pagi.. 

Hari itu makan pagi mulai jam 5.30. Masing-masing siap dengan rantang, sendok dan tumbler. Begitu cepat bergerak untuk makan pagi, setelah aktivitas pribadi selesai. Tidak butuh waktu lama untuk berkumpul, salama 5 menit sudah siap antre untuk makan pagi. Ada yang sempat mandi, ada yang hanya cuci muka, ada yang hanya gosok gigi. Sepertinya perjumpaan pagi ini akan begitu berbeda. Yah, rencana hari ini Santri dan Kanisian akan pergi menyusuri pemandian air panas Cipanas, Galunggung. 

Tidak sabar untuk segera pergi. Setelah menyiapkan baju ganti, masing-masing segera pergi menuju angkutan yang sudah menunggu di depan pesantren. Dua truk besar siap mengangkut menuju Cipanas, Galunggung. 

Truk pun meluncur, setelah seluruh Santri dan Kanisian satu per satu memenuhi truk. Kedua kelompok itu pun berbaur, siapa yang dekat, siapa yang kenal. Terlihat Santri begitu sigap untuk membantu Kanisian untuk main ke truk. Jelas terlihat bagaimana lincahnya para Santri, dan begitu jelas bagaimana anak-anak kota ini menaiki truk. Tangan-tangan Santri saling berganti meraih dan membantu Kanisian ini untuk menaiki truk. Pelan tapi pasti, akhirnya seluruh anak pun siap di atas truk. Sopir siap menutup truk, dan sekejap siap untuk meluncur. Kegembiraan terpancar dari wajah-wajah anak muda. 

Sepanjang perjalanan banyak cerita, banyak canda. Berbagai kegiatan yang telah terekam dua hari sebelumnya pun bermunculan dan menjadi tema sepanjang perjalanan. Sekilas memang tidak ada beda antara Santri dan Kanisian, kecuali yang tampak jelas adalah warna kulit yang begitu kentara. Satu jam perjalanan menyususi tengah Kota Singaparna, menyusui pedesaan di desa sepanjang Galunggung. Pada akhirnya tujuan pun jelas terlihat. Kami mulai memasuki pemandian air panas Cipanas, Galunggung. Truk pelan-pelan memperlambat laju, semua penasaran dan ingin tahu, seperti apakah tempat wisata Cipanas, Galinggung. 

Cerita Spenjang Jalan Setapak 

Turun berlahan dan mulai berkumpul. Setelah sebentar  menerima arahan, kami pun mulai berjalan. Tujuan utama, pemandian air panas. Kami pun berjalan perlahan, menikmati sepanjang perjalanan. Pohon hijau, rindang, udara bersih dan situasi yang tidak begitu ramai. Begitulah, sepanjang jalan menyusuri jalan setapak itu, cerita dan candaan gaya anak sekarang tak pernah usai.  

Sebenarnya kami sudah sampai di pemandian air panas. Tapi, pasukan paling depan ternyata tidak menghentikan perjalanan ini, terus melaju dan berjalan. Ternyata, anak-anak muda ini memutuskan sendiri untuk terus berjalan ke ujung jalan setapak itu. Yang lain tinggal mengikuti. Menurut cerita ada tempat yang begiu indah di ujung jalan itu; air terjun yang indah di Gunung Galunggung. Mereka pun berjalan terus tanpa lelah, terus dan terus melaju, seolah gerombolan ini sudah padu menjadi satu tujuan pasti. Air terjun Galunggung, tunggu kami di ujung jalan itu. 

Berpadu di alam bebas (Dok. Pribadi)
Berpadu di alam bebas (Dok. Pribadi)

Sepanjang perjalanan ada saja yang terpeleset, jatuh dan bahkan sandal hanyur terbawa arus sungai. Berbagai peristiwa itu menandai bahwa dengan tujuan pasti anak-anak ini harus mewujudkan mimpi. Tiga puluh menit perjalanan menyususi jalan setapak. Ketika bunyi air terjun menjadi pertanda bahwa kami sudah mulai mendekati tujuan pasti.  Dan betul, akhirnya tujuan pun usai. Air terjun begitu jelas, sementara di sekitarnya suara hewan penghuni hutan; monyet- bersahutan, seperti menyambut kami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun