Mohon tunggu...
A Zainudin
A Zainudin Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Sastra

Menulis sesuai kata hati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjadi Guru Pengganti

30 Oktober 2020   22:21 Diperbarui: 31 Oktober 2020   06:35 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan Film Laskar Pelangi (Ilustrasi). Sumber:Bernas.id

Siang itu, Rin teman karibku memberi tahu kalau ada tawaran mengajar di sebuah Madrasah Tsanawiyah* swasta.  Salah satu guru di sekolah tersebut yang dikenalnya memberitahu bahwa mereka sangat  membutuhkan guru pengampu mata pelajaran Matematika.  Guru sebelumnya sudah lama tak ada kabarnya dan baru terkonfirmasi kalau mengundurkan diri. 

Sekolah itu merupakan sebuah sekolah swasta.  Sebuah sekolah kecil yang kesulitan menjaga agar tenaga pengajarnya tetap bertahan, terutama untuk mata pelajaran eksata.  Persoalan keuangan alasan utamanya.  Soal honor yang mungkin tidak menarik untuk bertahan di sekolah itu.

Kami bertiga, yaitu aku, Rin, dan sahabat saya lainnya Bowo, sepakat menerima tawaran mengajar itu.  Kebetulan saat itu kami sudah tidakk ada kuliah karena sedang mengerjakan skripsi sementara tenggat waktu lulus masih lama.  Informasi yang disampaikan guru itu, yang mengampu mata pelajaran agama, cukup membuat kami merasa kasihan pada kondisi sekolah itu.  Murid-murid yang harus belajar matematika sendiri karena tak ada guru yang mengajari.

Ada tiga kelas yang harus diisi. Masing-masing tingkat satu kelas. Karena aku merasa memiliki kemampuan yang paling rendah, saya memilih mengajar kelas 8.  Alasanku memilih kelas itu, muridnya sudah mendapatkan dasar dari guru sebelumnya.  Di kelas 7, aku harus mengajar dari awal, sedangkan kalau mengajar kelas 9, aku tidak pede karena sebentar lagi ujian. Kasihan mereka.

Kami sepakat.  Aku mengajar kelas 8, Rin kelas 7, sedangkan Bowo yang kami anggap paling mumpuni, sepakat mengajar di kelas 9. 

Soal honor, kami sejak awal diingatkan bahwa honornya kecil dan mungkin tidak bisa diharapkan tepat waktu.  Tak masalah bagi kami, karena kami sendiri sudah mendapatkan penghasilan tetap sebagai abdi negara yang sedang menjalani pendidikan kedinasan.

Rupanya saya salah prediksi.  Harapan agar mendapatkan kelas yang paling "lunak", untuk tidak menyebutnya menyenangkan, terpaksa harus kutelan mentah-mentah.  Aku mendapatkan kelas yang paling menantang, diikuti Rin yang meskipun kelas satu, namun luar biasa bandelnya.  Sementara itu, Bowo justru mendapatkan kelas dengan siswa yang relatif penurut.  Aku tersenyum kecut dalam hati, tapi nasib sudah kutemui.  Masak harus kuhindari?

Jadi, pada awalnya aku terkaget-kaget pada kelasku yang sungguh susah untuk kusuruh diam.  Ada saja ulah mereka, terutama siswa laki-laki.  Selalu membuat ramai suasana.  Jumlah siswanya melebihi 40 membuatku kuwalahan mengatur mereka.

Tapi sudah kepalang tanggung, aku tak boleh putus asa.  Bagaimanapun aku sudah menyatakan sanggup mengajar mereka, apa pun yang terjadi ya harus kujalani.

Sayangnya, sejak awal pertemuan, sudah nampak ada masalah.  Saat kuberikan tugas yang harus dikerjakan di rumah, sebagian besar dari mereka tidak mengerjakan.  Kucoba untuk menyuruh mereka mengerjakan soal, nyaris tak ada yang bisa, terutama siswa pria.  Kepalaku mulai pusing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun