Mohon tunggu...
Arif RahmatTriasa
Arif RahmatTriasa Mohon Tunggu... Editor - Islamic Studies (Concentration in Islamic Educational Psychology)

Aktivis Cinta dan Pluralisme

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beragama Secara Inklusif, Jalan Toleransi di Tengah Kebhinekaan

19 Februari 2020   04:32 Diperbarui: 18 Juni 2020   21:02 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Puisi ini, mengajak kita bagimana dan semetinya beragama menyikapi keberagaman orang lain, menjadi inti keterbukaan. Pemahaman ini mejadi prinsip keterbukaan (inklusivisme) dalam beragama. Inklusivisme sejalan dengan pernyataan bahwa manusia pada hakiatnya (fitrah) selalu cenderung kepada kebenaran. Sehingga, dengan pemahaman ini mengarahkan kepada sikap bahwa adanya kebenaran pada agama karena memiliki visi yang sama, dan timbullah kesadaran beragama yang baik. Karena visi agama sama, secara esoterik menuju kepada kebenaran muthlak yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dan agama menjadi sarana eksoterik yang mengantarkan manusia kepada Tuhan, karena agama merupakan interpretasi manusia dalam hubungan interaksi antara manusia dengan Tuhan. Dan tidak akan kontradiktif jika satu pemahaman dimensi tentang Ketuhanan.

Maka, saat ini tantangan pemeluk agama adalah dapat dengan kongkret mengaji dan menggali toleransi dari ajaran agama. Sehingga ajaran agama tentang toleransi bukan berbentuk prosedural saja. Bahkan lebih dari itu, yaitu prinsip kebenaran. Dalam hal toleransi, sosok Nabi Muhammad SAW. Memberikan teladan kepada umatnya. Dia tidak menuntut bahwa dia yang paling benar, beliau tetap teguh dengan kebenarannya dengan tanpa ada paksaan untuk mengikuti kebenarannya.

Pada dasarnya, manusia berhak dan merdeka memilih keyakinan keberagaman yang mereka percayai. Penerimaan tersebut bersifat personal dan bebas. Karena setiap individu memiliki orientasi dan jalan pemaknaan keagamaan masing-masing. Maka menerima pluralitas agama secara inklusif sebuah keharusan. Dan wujud pandangan ini menghadirkan sikap toleransi. Nurcholish Madjid menjelaskan, bahwa toleransi merupakan bentuk yang prinsipal, bukan hanya bentuk prosedural yang berbicara tentang tata bergaul antara kelompok yang berbeda. Lebih jauh, Toleransi merupakan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran. Sehingga, bentuk prosedural yaitu hubungan baik diantara orang-orang yang berbeda merupakan hikmah toleransi.

Hikmah merupakan hal yang pemahaman yang sekunder nilainya. Sedangkan nilai yang primer merupakan subtansi toleransi sebagai implementasi ajaran kebenaran. Maka toleransi harus diwujudkan dalam kehidupan masyarakat. Karena toleransi merupakan asas masyarakat madani (civi society) yang dicita-citakan. Tentu, toleransi ini diwujudkan dengan wawasan semangat perdamaian dunia.

Wawasan semangat perdamaian berbicara tentang tatanan kehidupan dunia dibangun atas hubungan bangsa-bangsa yang didasarkan kepada nilai-nilai etika kemanusiaan. 

Maka bentuk ini dikenalkan oleh agama-agama dengan pemahaman wawasan kebangsaan, bahwa bangsa kita memiliki kebinekaan, sehingga kita mesti menampilkan agama yang humanis dalam toleransi. 

Dan mencapai toleransi tersebut dengan beragama secara inklusif. Sehingga menciptakan pola toleransi dalam bentuk sikap dan prilaku individu umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat yang bhineka. Maka uamat beragama mesti memiliki kesadaran kolektif, sehingga terwujudnya tatanan masyarakat yang damai.

Nama: Arif Rahmat Triasa

Asal Cabang/Badko: Ciputat/Jabodetabeka Banten

No. Tugas: 02

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun