Mohon tunggu...
Arif Sujoko
Arif Sujoko Mohon Tunggu... -

Tulisan yang lebih lengkap bisa diakses di: http://opiniperikanan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penyesuaian One Data, Apa Saja Sumbernya?

29 April 2019   21:50 Diperbarui: 29 April 2019   21:55 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Survei bebas membantu menguji mutu data"

(Andi Hakim Nasoetion)

 

Setelah lebih dari satu semester beroperasi, sistem One Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai mengaktifkan menu validator daerah. Validator daerah ini memiliki kewenangan melakukan penyesuaian data produksi yang dihasilkan melalui sistem One Data dengan cara menyesuaikan angka aggregate atau time series. 

Secara ringkas kedua penyesuaian itu dilakukan melalui penggantian angka versi One Data dengan angka versi validator daerah. Angka yang diganti bisa berupa angka populasi yang digunakan sebagai raising factor, angka produktivitas, maupun angka produksi secara langsung.

Berdasarkan cara kerja validator daerah tersebut, sedikitnya akan muncul dua pertanyaan dalam pelaksanaannya. Pertama, apakah tingkat akurasi angka produksi versi One Data itu rendah sehingga perlu diganti dengan angka lain versi validator daerah? 

Kedua, andai validator daerah akan mengganti salah satu dari ketiga variabel yang boleh disesuaikan, dengan data yang bersumber dari manakah angka pengganti tersebut? Untuk dapat memberikan jawaban atas kedua pertanyaan di atas, kita perlu sedikit mengulas kedudukan survai yang secara umum mendominasi One Data dalam kerangka pengetahuan ilmiah.

Kalau kita pelajari sejarah survei dalam konteks statistik resmi pemerintah, misalnya dalam makalah The Rise of Survey Sampling, maka kita akan sampai pada pengetahuan bahwa survei berkembang lebih akhir daripada sensus. Survei umumnya digunakan untuk mengurangi peran sensus yang memang membutuhkan banyak waktu, tenaga, dan biaya. 

Padahal, dalam penyelenggaraan pemerintahan, hampir pasti ketiga sumber daya tersebut relatif terbatas, apalagi bagi negara berkembang seperti Indonesia. Memaksakan sensus setiap tahun, andaipun bisa dilakukan, akan menguras anggaran yang besar dan bisa jadi akan melebihi anggaran untuk pembangunan. Oleh karena itu, pelaksanaan survei seolah-olah menjadi satu-satunya pilihan untuk mengetahui karakter populasi.

Walaupun memiliki unsur ketidakpastian karena hanya berdasarkan pada sampel, survei yang dirancang dengan baik merupakan penduga tidak bias bagi karakter populasi. Memang hampir mustahil angka yang diduga melalui survei bisa tepat 100% seperti angka pada populasi, tetapi hasil survei mampu memberikan gambaran tentang populasi secara memadai. Selain itu, sebagai salah satu perangkat dalam sains, survei yang bersandar pada kaidah statistika dapat menghasilkan pengetahuan yang diyakini kebenarannya.

Lantas, apakah kebenaran informasi yang dihasilkan melalui survei bersifat mutlak? Tentu saja suatu survai tidak menghasilkan informasi yang mutlak benarnya, bahkan dengan meminjam istilah dalam buku Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar populer, bisa kita katakan bahwa survei tidak pernah memiliki tendensi untuk menjadi kebenaran mutlak, kebenaran informasi dari suatu survei sebatas kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun