Jika kamu menghitung nikmat-Ku, niscaya kamu tidak akan mampu mendapati jumlahnya
(An-Nahl 18)
Ritus kurban erat kaitannya dengan rasa syukur, rasa cinta. Ritus ini mengingatkan kita pada laku Ibrahim alahissalam yang mencontohkan kepada kita tentang betapa pentingnya kita membuktikan kecintaan kita kepada Tuhan.
Di sisi lain, yang jarang kita tengok sejatinya adalah kasih Tuhan yang tak terperi. Banyak tamsil dan hikmah dari al-qur'an yang sudah banyak berbicara tentang kenikmatan yang dikaruniakan kepada kita termasuk anugerah hidup itu sendiri.
Nikmat Tuhan kata qur'an diberikan yang kita minta ataupun yang tidak kita minta. Nikmat Tuhan diiberikan kepada manusia yang menyembah-Nya, atau pun manusia yang menolak menyembahnya/menyekutukan-Nya.
Sungguh kehidupan ini amat terasa nikmat kalau kita menurut jalan-Nya Tuhan. Menjalani perintah-perintah-Nya, menjauh larangan-Nya, dan melaksanakan kebaikan-kebaikan sebagai pengiringnya.
Sabar
Bila ditilik sejarah Ibrahim, keluarganya dan juga puteranya, kita akan menemukan bagaimana sikap zuhud itu tertanam. Ibrahim dan anaknya Ismail menunjukkan sikap keprasahan, ketundukan, dan taat kepada Tuhan. Ketaatan, kecintaan, dan ketundukan inilah yang membawa Ibrahim teruji sejak masa kecil, hingga dewasa. Ia membuktikan pencarian Tuhannya, hingga merasakan iman yang dalam kepada Allah. Sampai diangkat menjadi Nabi, hingga menjalani ujiannya sebagai Nabi.
Kisah Ibrahim akan tertulis abadi hingga akhir zaman. Risalah Haji dan Kurban akan menjadi risalah yang disebut dalam kesaksian akbar di dunia dan di akhirat tentang pentingnya kita bersyukur sebagai manusia dan hamba Tuhan.
Dibalik ujian dan juga kesabaran Ibrahim kita diberi cerita tentang indahnya perjuangan manusia dan juga waktu yang tepat pertolongan Tuhan itu tiba.
Tuhan tidak pernah salah apalagi meleset saat menurunkan Rohmat dan pertolongan-Nya. Tentu saja Rahmat dan pertolongan Tuhan akan datang bersama keteguhan usaha manusia dan juga keyakinan tidak terputus akan kasih Tuhan seperti yang ada di kisah Ibrahim.
Seringnya, Syaitan menguji kita seperti dalam laku melempar jumrah yang diabadikan dalam ibadah haji. Kita memang dianjurkan dengan sekuat tenaga bahkan melempar syaitan dengan kerikil.
Bila kita lemah atau tidak melawan syahwat, nafsu kita, tentu kita akan terjebak dalam tipu daya syaitan. Sering kita tidak sabar, kurang yakin saat ujian datang kepada kita.
Datangnya ujian itu bukan untuk melemahkan, tetapi justru menguatkan kita untuk kembali dan yakin kepada Allah, kepada Tuhan.
Â
Korban sebagaimana yang telah diteladankan Ibrahim adalah wujud kesyukuran dan ketaatan kita kepada Allah. Kalau tidak syukur, tidak cinta, tidak mungkin orang bisa berkurban. Bukan darah atau daging yang sampai kepada Allah, tetapi keikhlasan, ketulusan dan iman yang akan sampai kepada Allah.
Ibadah korban menjadi pembuktian kesyukuran kita, ketaatan kita kepada Allah. Bahkan Nabi mengingatkan, "Jangan dekat-dekat dengan rumah-Ku, jika engkau mampu berkurban tetapi tidak berkurban".
Sering orang lupa meminta kepada Allah dengan sungguh, tetapi lupa amal dan pengurbanan yang mustinya kita persembahkan kepada-Nya.
Rasa syukur kita kepada Tuhan bukan untuk Tuhan, tetapi justru kembali kepada kita sendiri. Dengan syukur itu, kita menyadari posisi kita sebagai hamba, selain dari berterimakasih kita kepada Tuhan yang banyak memberi.
Kesadaran kita beribadah kurban itu juga menjadi wujud nyata cara kita melatih etos kepedulian kepada sesama. Kesadaran sosial kita bahwa kita hidup bergandengan, dekat dan saling membutuhkan satu sama lain sesame makhluk Tuhan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI