Kalau recall memory saya enggak keliru, pandangan pertama saya pada sosial media itu tahun 2009. Namun tak langsung jatuh cinta, program bernama Friendster itu hanya sanggup membawa saya eksplorasi selayang pandang. Gegaranya juga karena teman lama yang ngajak ketemuan melalui layar.
Namun tak lama kemudian, datanglah Facebook, yang ini agak beda, boleh dibilang, langsung jatuh hati. Layaknya zat adiktif, aplikasi ini membuat saya rajin 'berkunjung' setiap hari, walaupun sebatas kepoin aktivitas kawan-kawan lama. Semakin banyak kawan lama yang terdeteksi, maka semakin adiktiflah saya tergantung pada aplikasi ini.Â
Kemudian ada 'AIL', aplikasi idaman lain, namanya Twitter. Tak semenawan Facebook, tapi cukup untuk mendorong saya punya akun di social network yang satu ini. Di kedua aplikasi ini, saya hanya rajin eksplorasi, nyaris tanpa mengunggah (posting) status, yang sering pun, sebatas terlibat pembicaraan di kolom komen kawan-kawan lama. Inilah yang membuat Facebook layaknya bermain game, saya menikmati kehadirannya sebagai media silaturahmi dan conversation yang menyenangkan.
Terlebih bagi orang yang cenderung introvert seperti saya, sosial media menjadi solusi dari ketidaknyamanan berada dikeramaian. Memberi kesempatan untuk eksis tanpa fisik di ruang publik. Bahkan profile picture yang saya display, adalah cover salah satu buku yang ketika itu saya tulis.
Beberapa bulan kemudian, adik saya yang berbisnis, bikin akun di Facebook, ia posting produk usahanya. Facebook ia difungsikan sebagai sarana promosi. Kontan adik saya menuai sejumlah 'sindiran olok-olok' dari kawan-kawannya. Di kolom komen, mereka 'menyangsikan' apa yang adik saya lakukan. "Mumpung ada media promosi gratis," sanggahnya waktu itu.
Belakangan saya tahu bahwa otak bisnis adik saya ternyata benar. Tahun 2012-an, saya ikut seminar pemasaran pak Hermawan Kartajaya, pakar pemasaran ini memprediksi bahwa sosial media adalah saluran baru untuk marketing, baik dalam hal promosi ataupun membangun brand. Sosial media yang semula untuk berjejaring ria, kini menjadi platform bisnis. Saya terlambat 70-an purnama untuk menyadari ini.
Mulailah saya belajar bagaimana menggunakan Facebook dan Twitter sebagai sarana pemasaran. Sejumlah tips dan petuah pemasaran saya ikuti.
"Rumusnya 4 : 1, empat kali posting hal personal (aktivitas kita), dan 1 kali posting produk kita (berjualan)," itu kira-kira salah satu strateginya.
"Jangan beriklan terus-terusan, orang yang follow kan karena profil kita, jadi bagikan dulu aktivitas keseharian kita, barulah diselingi dengan iklan berjualan," itu saran dari pakar lainnya.
"Kalau bisa posting setiap hari, agar terlihat akunnya eksis dan aktif," saran dari pakar yang berbeda lagi.