Telepas dari nilai sejarah dan kesakralan yang dimiliki oleh Masjid Ampel, ternyata ada keunikan yang terjadi di lingkungan Masjid Ampel. Mungkin, baik yang biasa lazimah shalat berjamaah di Masjid Ampel maupun yang berziarah di makam sunan Ampel belum mengetahuinya.
[caption id="attachment_218014" align="alignright" width="336" caption="Menara Masjdi Ampel. Img: dok.pribadi"][/caption]
Dia adalah seorang hamba, yang telah sekitar 50 tahun silam menjadi muadzin Masjid Ampel. Baginya muadzin adalah cara lain untuk melakukan ajakan kepada umat manusia, dikarenakan memang disitulah kemampuannya di dalam berdakwah. Mbah Haji Sai’in demikianlah masyarakat muslim sekitar masjid memanggilnya.
Mbah Sai’in yang tinggal di dalam menara Masjid Ampel ini lahir di Desa Wonosari, Tempuran, Magelang, tanggal 10 Juni 1939 merupakan salah seorang hamba Allah yang dikarunia menjadi muadzin sejak kecil.
“Saya mencintai adzan itu sejak kecil, dan sudah menjadi cita-cita dalam hidup ini untuk belajar di Masjid Ampel. Dan, al-hamdulillah saya diterima oleh KH. Nawawi Muhammad. Malah oleh Kiai Nawawi, saya diperbolehkan menjadi muadzin di mushalla beliau pada tahun 1956. Sedangkan mulai menjadi muadzin Masjid Ampel sejak tahun 1959,” demikian kenang Mbah Sai’in.
Umur 3 Tahun Telah Yatim-Piatu
Mbah Sai’in terlahir dari keluarga miskin. Bahkan akibat kejamnya penjajahan Jepang, kedua orang tuanya telah meninggal dunia akibat kelaparan yang melanda desanya ketika itu. Praktis sejak umur 3 tahun Mbah Sai’in telah menjadi anak yatim-piatu.
Dia bercerita kepada saya, “Adalah takdir Allah saya tidak pernah mengenal kedua wajah kedua orang tua saya. Beliau berdua meninggal dunia akibat kelaparan. Jepang sangat kejam di saat menjajah dahulu. Memang singkat dalam menjajah, tapi kejamnya …..masya Allah. Bagi saya hal itu sangat menyakitkan. Setelah sedua orang tua saya meninggal, saya diasuh oleh kakak tertua sampai usia 11 tahun.”
Mbah Sai’in menambahkan, “Saya sejak kecil sudah gemar ke masjid. Dan, saya selalu mengumandangkan adzan. Itulah kebiasaan yang saya lakukan. Sebagai santri masjid, kenalannya pun ya sesama santri, kemudian saya kenal dengan seseorang bernama Mahyat, dia itu santri beneran. Sebab memang dia itu anak orang kaya, jadi punya sangu (bekal) untuk mondok. Sedangkan saya tidak. Namun, saya punya kemauan dan tekad untuk menjadi santri beneran”.
Walhasil, Sai’in muda ini benar-benar menjalankan kemauan dan tekadnya untuk tetap dapat belajar kepada Allahu yarham KH. Nawawi Muhammad di Ampel. Dengan berbekal jas peninggalan bapaknya yang dijual dengan harga Rp. 70, dia berangkat naik kereta api dari Magelang menuju Semarang.
Sesampainya di Semarang ternyata dia kehabisan bekal. Tidak punya sanak-famili, tidak ada pula orang yang di kenalnya. Namun dia masih memiliki kemauan dan tekad yang bulat harus tetap berguru ke Ampel. Dengan berbekal jas peninggalan bapaknya, yang dijualnya dengan harga Rp. 70. Dia berangkat naik kereta api dari Magelang menuju Semarang. Sesampainya di Semarang ternyata dia kehabisan bekal.
Tidak punya sanak-famili, tidak ada orang yang dikenalnya. Namun dia masih memiliki kemauan dan tekad yang bulat harus tetap berguru ke Ampel, bagaimana pun caranya. Akhirnya, dia harus ngeger (mengabdi di rumah kiai) untuk membantu kepada seseorang di Semarang (KH.Muslih, Mranggen), dan dari hasilnya dijadikan bekal untuk melanjutkan perjalanannya ke Ampel, Surabaya.
Di Kiai Muslih, Mbah Sai’in tidak lama, salah satu alasannya karena sesudah terlalu banyak yang ngeger. Setelah berpamitan, dia memutuskan untuk berjalan kaki menuju Surabaya. Tetapi sesampainya di Pati, dia benar-benar merasakan capek. Karena sudah beberapa hari tidak makan dan tidak minum, disebabkan dia tidak memiliki sepeser uang, bahkan bekalnya pun tinggal kemauan, tekad, dan pakaian yang melekat.
Mbah Sai’in memilih masjid untuk tempat istrahatnya. Dan, ternyata pilihan itu benar-benar hidayah dari Allah. Karena di masjid tersebut dia berkenalan dengan seorang hamba yang kaya di desa itu, Pak Sulaiman namanya. Setelah berkenalan dengannya, akhirnya Mbah Sai’in diperbolehkan bekerja di rumahnya sebagai pembantu, namun dengan catatan, bila setelah satu bulan dia harus diperbolehkan pamit untuk melanjutkan perjalannya ke Ampel, Surabaya; dan Pak Sulaiman menyetujuinya.
Selama satu bulan, Mbah Sai’in membantu; menyangkul, membajak sawah, bersih-bersih pekarangan rumah, ngarit, dan angon; dari pekerjaan itu dia mendapatkan upah Rp. 100. Dengan bekal itulah, dia melanjutkan perjalanan ke Ampel naik kereta api dari Pati ke Surabaya.
Tips Sehat Ala MbahSai'in
Dalam kesehariannya ternyata Mbah Sai'in sangat sederhana, berlaku zuhud, wara', dan alim ilmu keislamannya. Meski saben hari waktunya banyak dihabiskan di dalam menara masjid, MbahSai'in benar-benar mempunyai ilmu luas, luwes, dan mendalam.
Mengenai kesederhanaannya, dia hanya memiliki tiga potong baju dan tiga buah sarung. Dan, bila ada yang baru maka yang telah dipakai untuk beribadah shalat, diberikan kepada saudara muslim yang lainnya. Saya termasuk yang pernah diberi baju olehnya.
Begitu pula saat dia menunaikan ibadah haji atas praskarsa Kiai Nawawi, dia hanya membawa tiga pakaian. Tidak seperti jamaah haji lain yang membawa berbagai macam pakaian hingga kopernya penuh.
Ada sesuatu yang menarik dari diri MbahSai'in, yaitu belum pernah tidak pernah absen adzan shalat lima waktu di Masjid Ampel. Alias fisiknya benar-benar sehat, sehingga tugas dakwah adzannya tidak pernah didelegasikan kepada orang lain.
Di luar tugas sebagai muadzin, dia juga ikut membantu menjaga kebersihan Masjid Ampel.
Sayasempat bertanya mengenai tips sehatnya, dia mengatakan, "Jangan tinggalkan shalat malam; Jangan tinggalkan tilawah al-Qur’an; jangan malas untuk jalan kaki pagi (Dia mempunyai kebiasaan setiap hari jalan kaki setelah shalat subuh dari Ampel ke Wonokromo pergi-pulang); banyak dzikrul-maut; dan dermawan.
Dia juga menuturkan, “Jangan takut sama penyakit. Takutlah kepada Allah , dan beribadahlah dengan ikhlas kepada-Nya...”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI