Dewan juri Prof. Dr. Marsetio Donoseputro, Tuti Adhitama MA dan Drs. Utik Ruktiningsih menyebut karya Errol berjudul “ Mengapa Pelaku Kejahatan Paling Banyak Dilakukan Remaja” – dimuat secara serial Harian Pos Kota edisi 11 dan 12 November 1982- punya pengaruh besar. Sesuai dengan problem sosial yang berkembang pada masa itu.
Berkah juga dirasakan rombongan “Wali Songo” lainnya. Tanggal 19 Maret 1983 Harmoko dilantik Presiden Soeharto sebagai Menteri Penerangan. Menyusul kemudian, Zulharmans terpilih menjadi Ketua PWI Pusat merangkap Ketua SPS (Serikat Penerbit Suratkabar) dan Sofyan Lubis naik menjadi Pemimpin Redaksi Harian Pos Kota serta Ketua PWI Jaya. Di kemudian hari posisi Zulharmans sebagai Ketua PWI Pusat digantikan oleh Sofyan Lubis.
Cinta Jurnalistik
Gerhana Matahari Total 11 Juni 1983 Errol Jonathans bersama Soetojo Soekomihardjo (wafat 25 November 2010) mendirikan radio, namanya Suara Surabaya yang akrab disebut radio SS. Karir jurnalistik hanya berpindah tempat saja, sebab radio SS berbasis berita. Selama ini masyarakat hanya kenal RRI (Radio Republik Indonesia) satu-satunya radio yang boleh menyiarkan berita. SS meruparakan radio swasta pertama penyebar informasi.
Karir Errol kian menanjak seiring sukses radio SS. Fenomena radio berita, dengan segala solusinya mulai mendapat tempat di telinga masyarakat. Mula-mula memang terasa asing, atau katakanlah kalau ada radio berberita cuma sebatas menyampaikan informasi satu arah.
Mengusung tagline “News, Interaktif, Solutif” radio ini menampung informasi dan sekaligus mencarikan solusinya. Bahkan, segala macam informasi disampaikan langsung oleh masyarakat. Radio-radio sejenis, di kota lain misalnya, sekadar memberikan informasi tentang banjir. Tetapi belum ada siaran yang mencarikan jalan keluar, lewat jalan mana jika sebuah wilayah mengalami banjir. Radio SS beda. Masyarakat malah berebut berbagi info lewat ruangan penampung info yang bernama “gatekeeper”
Radio SS berkembang menjadi sebuah industri media. Jalan Wonokitri Besar Surabaya, tempat radio ini bersiaran akrab disebut “Kampoeng Media”. Diversifikasi anak usahanya makin banyak, sehingga brand radio ini pun menjadi Suara Surabaya Media. Diam-diam masyarakat punya kebanggan baru jika dalam pembicaraan sehari-hari bisa bercerita, “Saya dengar dari radio SS..” atau “Ada mobil hilang dicuri sudah ditemukan, lantaran disiarkan SS…”
Seiring prestasinya bukan berarti SS Media tidak punya problem. Beberapa karyawan mulai resign, alias berhenti. Ada yang dipinang pemilik radio lain untuk membuat radio serupa. Ada juga direkrut perusahaan lain dengan alasan, jebolan SS pastilah hebat.
11 Juni 2015 radio SS sudah berkiprah 32 tahun. InsyaAllah pada tahun 2016 usianya memasuki tahun ke 33. Di sisi lain, Nielsen Advertising Information Service merilis data, hampir semua media (cetak dan elektronik) pertumbuhan belanja iklan melemah, jika enggan disebut turun. Belanja iklan dikuasai TV, berikutnya suratkabar, majalah dan tabloid. “Belanja iklan di radio nyaris tidak muncul dalam pantauan riset” tulisnya. Iklan dan belanja di situs-situs online termasuk menggerogoti pemasukan.
Ndilalah, menjelang Hari Natal 2015 Errol Jonathans masuk rumah sakit. “Sejak Minggu saya diobservasi di High Care Stroke Unit. Ada tendensi stroke & jantung koroner. Masih nunggu hasil” tulis Errol melalui broadcast messenger, baik BBM atau WA. Pesan ini cepat menyebar secara berantai…
Masih pagi, sekitar pukul 08.00 WIB, hari Jumat (25 Desember 2015) saya membezuk Errol Jonathans di kamar 203 RS Premier Surabaya. Sejenak kami bertatap muka, lalu…..saling berpelukan erat. Dia menyapa istri saya seraya menyilakan duduk . Ada jeda waktu beberapa detik kami saling pandang. Saya melihat tangannya memegang gelas, separo berisi air putih…. Ya, dokter hanya membolehkan Errol minum air putih atau air teh.
Saya memulai bicara. Tetapi tidak mungkin saya melarang supaya tidak berpikir macam-macam, sementara sebagai CEO pekerjaannya tentu ya mikir. Saya tidak mungkin melarang dia bekerja keras, lha wong dia ini setidaknya dua kali dalam sebulan bicara di berbagai seminar. Saya tidak berminat menanyakan ihwal penyakit itu, meskipun pada akhirnya cerita itu toh muncul juga.