Mohon tunggu...
Tiyas Arifin
Tiyas Arifin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang pendidik yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Membentuk atau Mengubah Kebiasaan Anak?

11 Maret 2023   16:37 Diperbarui: 11 Maret 2023   16:39 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebiasaan adalah respon yang telah bergabung dengan berbagai stimulus, yang berarti bahwa respon tersebut sudah menjadi suatu dorongan bagi individu dalam melakukan kegiatan yang berulang-ulang. Mudahnya dapat dikatakan bahwa kebiasaan adalah suatu kegiatan yang sudah dilakukan secara terus menerus akibat pemberian stimulus yang konsisten.

Kebiasaan adalah perilaku yang terbentuk karena adanya banyak isyarat. Sebagai contoh, apabila orang tua ingin mempunyai anak yang memiliki kebiasaan menjaga kebersihan, orang tua harus menghubungkan berbagai aturan dengan banyak isyarat. Aturan dalam menjaga kebersihan harus diterapkan diberbagai wilayah seperti kamar tidur, ruang makan, ruang keluarga, lemari pakaian, dan sebagainya. Orang tua harus selalu memberikan contoh secara konsisten menjaga kebersihan ruang tersebut serta mengupayakan ruangan tersebut selalu bersih agar anak senantiasa mengikutinya. Dengan menerapkan aturan masing-masing isyarat, perilaku menjaga kebersihan akan berubah menjadi suatu kebiasaan.

Kunci dalam mengubah atau membentuk kebiasaan adalah dengan menemukan tanda-tanda yang dapat memicu tindakan tersebut dan melatih respon lain terhadap tanda-tanda ini. Menurut Guthrie, setidaknya ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk membentuk atau mengubah kebiasaan, yaitu:

1. Threshold (Ambang Batas)

Di dalam metode ini, stimulus untuk kebiasaan yang akan diubah diberikan dengan tingkatan terendah atau lemah terlebih dahulu sehingga stimulus tersebut tidak menghasilkan respon. Secara perlahan stimulus tersebut diberikan dengan tingkatan yang lebih tinggi sampai akhirnya stimulus tersebut diberikan dengan intensitas yang penuh. Sebagai contoh, banyak anak yang tidak menyukai makan sayuran sehingga anak tersebut memberi respon penolakan untuk memakannya. Kebiasaan ini bisa diubah dengan memberikan sayuran dengan gigitan kecil atau dicampur dengan makanan yang sangat disukai anak. Seiring berjalannya waktu, jumlah sayuran yang diberikan dapat ditambahkan secara bertahap.

2. Fatigue (Kelelahan)

Di dalam metode ini, stimulus untuk melakukan sesuatu diubah dengan stimulus untuk menjauhinya. Stimulus ini diberikan dengan kekuatan penuh dan anak yang menjadi target memunculkan respon yang tidak diinginkan sampai anak lelah. Sebagai contoh, untuk mengubah kebiasaan anak yang suka mencoret-coret, kita dapat membuatnya untuk mencoret-coret terus serta memberikan fasilitas berupa kertas dan pensil agar anak merasa lelah dan bosan melakukan coret-coret serta menganggapnya tidak menyenangkan lagi. 

3. Incompatible Response (Respon yang Tidak Sesuai)

Di dalam metode ini, stimulus untuk perilaku yang tidak diinginkan dipasangkan dengan perilaku yang tidak sesuai dengan respon yang diinginkan. Dalam hal ini, respon tersebut tidak dilaksanakan secara bersamaan. Sebagai contoh, untuk mengubah kebiasaan anak mengejek nama temannya, biasanya temannya akan memberikan respon untuk membalas ejekan tersebut. Hal ini dapat membuat si pengejek menjadi lebih senang karena yang diejek memberikan respon yang diinginkan. Orang tua teman tersebut dapat memberikan arahan apabila diejek oleh teman untuk diam saja dan menahan diri. Apabila ini dilakukan, sang pengejek akan merasa apa yang dia lakukan percuma dan lama-kelamaan tidak akan mengejek lagi.

Banyak yang menganggap bahwa memberikan hukuman pada anak dapat mengubah kebiasaan yang ada pada anak, namun hal ini kurang sesuai. Menurut Guthrie, hukuman sendiri dinilai tidak efektif untuk dapat mengubah kebiasaan. Hal ini karena hukuman yang diberikan tidak mampu mengubah hubungan antara stimulus dan respon. 

Guthrie sendiri menganggap bahwa efektivitas dari hukuman itu tergantung dari apa yang menyebabkan hukuman itu diberikan. Hukuman dikatakan berhasil apabila dapat mengubah perilaku pada seseorang, bukan memberikan rasa sakit terhadapnya. Jika anak melakukan perbuatan buruk, orang tua cenderung memberikan serangan fisik sebagai hukumannya. Mungkin hukuman tersebut menyakitkan sehingga dapat mengubah perilaku anak untuk sementara waktu, tetapi sebenarnya anak bisa berperilaku lebih untuk mengulangi perbuatannya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun