3. "Kenyataan" yang Meresap ke Diri Kita: Internalisasi
Ini adalah puncaknya, tahap terakhir. Di sini, kita sebagai individu mempelajari dan mengadopsi realitas "objektif" yang sudah terbentuk itu sebagai bagian dari kesadaran pribadi kita. Kita menyerap norma, nilai, dan pengetahuan yang sudah ada di masyarakat sebagai "kebenaran" kita sendiri.
Jadi, bisa dibilang, realitas sosial itu ibarat produk yang terus-menerus diciptakan lewat tiga langkah ini: Eksternalisasi: Kita menciptakan dan memproyeksikan ide serta makna. Objektivasi: Ide-ide itu kemudian mengeras jadi realitas yang kelihatan objektif dan mandiri. Internalisasi: Lalu, kita menyerap realitas "objektif" itu sebagai bagian dari diri kita.
Siklus ini terus berputar, tanpa henti. Realitas yang kita alami hari ini adalah hasil dari "bangunan" sosial di masa lalu, dan menariknya, kita juga turut andil dalam membangun realitas untuk masa depan.
Relevansi dan Kritik: Dua Sisi Koin "Kenyataan"
Kekuatan utama "Tafsir Sosial Atas Kenyataan" terletak pada kemampuannya yang original untuk menjelaskan kenapa masyarakat bisa terlihat begitu kokoh dan stabil, padahal di baliknya, ia hanyalah produk buatan manusia yang terus-menerus "dinegosiasikan." Buku ini benar-benar membuka mata kita bahwa banyak hal yang kita anggap universal (seperti gender, ras, status sosial, bahkan perasaan kita) sejatinya adalah produk konstruksi sosial. Artinya, hal-hal ini bisa saja sangat berbeda di masyarakat atau zaman lain. Dampaknya luas sekali, mulai dari bagaimana kita melihat identitas diri, kekuatan, hingga perubahan sosial. Jika realitas itu bisa dibentuk, maka ia juga bisa dibongkar dan dibentuk ulang.
Meski begitu, buku sepenting ini tentu tidak luput dari kritik. Beberapa pengamat merasa Berger dan Luckmann kurang membahas cukup dalam soal kekuatan dan konflik dalam proses konstruksi realitas. Siapa sih yang sebenarnya punya kekuasaan untuk mendefinisikan dan membuat realitas itu menjadi "objektif"? Apakah semua orang punya kekuatan yang sama dalam proses eksternalisasi? Kritik lain juga menyoroti potensi relativisme ekstrem dari teori ini, yang bisa saja diartikan bahwa semua realitas "sama benarnya" karena semuanya hasil konstruksi.
Terlepas dari kritik, "Tafsir Sosial Atas Kenyataan" tetap penting sebagai salah satu karya paling fundamental dan berpengaruh di bidang sosiologi abad ke-20. Ia memberikan landasan teori yang kuat untuk memahami bagaimana makna, norma, dan berbagai institusi sosial itu lahir, dipertahankan, dan akhirnya meresap ke dalam diri kita. Membaca buku ini rasanya seperti mendapat kunci rahasia untuk memahami dimensi tersembunyi dari kehidupan kita sehari-hari. Ini adalah pengantar yang sangat elegan tentang bagaimana kita semua ini adalah arsitek, penghuni, dan sekaligus produk dari realitas yang kita bangun bersama. Bagi siapa pun yang ingin menyelami lebih dalam tentang masyarakat dan hakikat "kenyataan" itu sendiri, buku ini jelas wajib ada di daftar bacaan Anda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI